Sabtu, 28 Mei 2011

VEDA BUKAN SEKEDAR DONGENG

Kemasyuran kitab suci Veda dan suplemen pendukungnya seperti Purana dan Itihasa tersebar di seluruh pelosok dunia. Hampir setiap ahli phylosofi mengakui bahwa kitab suci Veda sebagai karya sastra yang mempunyai nilai sastra yang sangat tinggi. Selain nilai sastra yang sangat tinggi, Veda juga mengandung ajaran ajaran yang mulia serta kekuatan rohani yang mampu menganugrahkan kekuatan spiritual kepada orang yang mempelajarinya berdasarkan garis perguruan yang dibenarkan. Seperti yang diuraikan di dalam Bhagavad Gita, evam parampara praptam, ajaran rohani ini hendaknya diterima melalui Parampara atau garis perguruan yang dibenarkan. Dengan meninjau keagungan kitab suci Veda ini, kita bisa menyimpulkan bahwa penulis atau penyusun kitab ini mesti bukan orang sembarangan. Bahkan jika seseorang menulis sebuah novel biasa, yang hanya terdiri dari ribuan lembar, orang tersebut sudah dianggap orang yang jenius di kalangan masyarakat umum sekarang ini, terus apa lagi menulis ribuan sloka yang diikat oleh berbagai aturan dan peraturan chanda seperti anustup dll yang tercantum di dalam kitab Veda, orang tersebut pasti mempunyai kecerdasan yang melampaui kecerdasan orang biasa.
Tentu saja, meyinggung tentang Veda serta Purana, khususnya kisah-kisah yang diuraikan di dalamnya, memang sangat sulit untuk kita cerna. Selain waktu kejadian yang diceritakan yang sangat lama sebelumnya, kisah-kisah tersebut juga menguraikan banyak hal yang kelihatannya dibuat-buat, seperti orang yang berkepala empat ( Deva Brahma ), senjata yang menggoncangkan seluruh alam semesta, bumi disembunyikan di bawah lautan dll. Semua hal ini sama sekali tidak masuk akal bagi pemikiran kita yang terbatas. Alasan pertama yang membuat seseorang meragukan kejadian ini adalah karena seseorang tidak pernah melihat ada orang yang berkepala empat, seseorang yang mampu mengangkat satu planet dengan tangannya dan kepribadian di bumi ini yang memiliki pengetahuan dan kekuatan untuk menciptakan alam semesta. Selain itu, menurut penelitian yang dilakukan secara modern, para ahli menyatakan bahwa berjuta-juta tahun yang silam, tidak ada kehidupan di bumi ini dan kehidupan baru dimulai sejak beberapa ribu tahun yang lalu. Semua pernyataan ini menyebabkan keraguan dan bahkan memberikan kesempatan kepada orang untuk menyatakan bahwa kisah-kisah yang diuraikan di dalam kitab Purana “hanya sekedar dongeng” yang digunakan untuk menyampaikan ajaran-ajaran kemanusiaan. Dengan demikian beberapa dari mereka menyimpulkan bahwa kitab Veda tidak bisa diakui kebenarannya secara mutlak”.
Hal yang sangat disayangkan lagi, bukan hanya para atheis atau dari agama lain yang berpendapat seperti itu, bahkan orang yang berkecimpung di dalam kehidupan rohani, yang menyatakan diri sebagai pengikut ajaran Veda sekalipun, karena kekurangan informasi yang jelas atau karena dibingungkan oleh pengaruh pengetahuan ilmuwan, berpendapat sama. Bukan bermaksud untuk mengecam pendapat mereka, tetapi sangat penting untuk mengerti dan mempertahankan kebenaran Veda yang merupakan kebenaran mutlak. Saya pernah membaca beberapa komentar di dalam Bhagavad Gita, dan beberapa wejangan Gita dimana mereka secara langsung menyatakan bahwa sebenarnya Pandawa dan Kaurawa itu tidak ada secara nyata tetapi hanyalah sekedar simbolik. Pandawa merupakan simbol dari lima indria dan Sri Krsna adalah indria keenam ( pikiran ) serta para Kaurawa merupakan musuh musuh di dalam diri kita yang bermunculan setiap saat. Kelihatanya sangat masuk akal, tetapi sebelum kita menerima pendapat seperti itu, kita mestinya berpikir lebih matang lagi.
Pertama-tama, kalau kita pikirkan, apakah para resi yang agung seperti Srila Narada Muni, Vyasa Deva, Sri Markandeya Rsi dan yang lebih dekat lagi, Sri Sankaracarya, Madhvacarya dll, sebagai orang yang memiliki kecerdasan yang melampaui orang biasa, akan berjuang keras untuk mempertahankan buku yang merupakan dongeng belaka?? Apakah orang secerdas Sri Vyasa, penyusun Veda beserta suplemen lainnya seperti Purana, Mahabharata dll, sudah tidak ada kerjaan sehinga menggunakan waktu mereka untuk menulis dan mendiskusikan dongeng seumur hidup mereka? Di dalam Maha Bhagavata Purana dinyatakan
tava katha-amritam tapta-jivanam
kavibhir iditam kalmasa-apaham
sravana-mangalam srimad atatam
bhuvi grinanti ye bhuri-da janah
“Oh Tuhan, Minuman kekekalan dari kata-kata Mu dan uraian dari kegiatanMu merupakan jiwa dan raga bagi mereka yang menderita di dunia material ini. Uraian-uraian tersebut diuraikan oleh orang-orang suci, menghancurkan segala reaksi dosa dan menganugrahkan kemujuran bagi mereka yang mendengarkannya. Kisah-kisah ini disebarkan di seluruh dunia dan penuh dengan kekuatan rohani. Sangat dipastikan bahwa mereka yang menyebarkan pengetahuan Ketuhanan ini adalah orang yang paling dermawan.
Dari uraian sloka ini, apakah sebuah dongeng akan mampu memberikan kekuatan rohani kepada para pembacanya dan menghancurkan reaksi dosa sang pembaca?? Logika dan contoh yang lebih konkrit lagi untuk mendukung bahwa kisah-kisah di dalam Purana bukan sekedar dongeng ialah sebagai berikut. Ada beberapa pawang ular yang masih ada di beberapa tempat di India. Dengan mengucapkan doa pujian yang memohon kehadiran Garuda, mereka mampu mengeluarkan racun dari gigitan ular yang sama sekali tidak bisa diobati oleh dokter di rumah sakit modern. Kami secara pribadi pernah melihat kejadian ini di daerah India Timur. Seorang teman saya yang saat ini tinggal di dekat Kalkuta, India bagian timur, digigit ular yang sangat berbisa sekitar 3 bulan lalu. Meskipun sudah dibawa ke beberapa dokter, namun tidak seorangpun mampu mengobati, tetapi ketika diajak ke seorang tabib yang hanya membaca mantra pujian, racun tersebut mengalir menuju ke luka bekas gigitan ular dan keluar dari dalam badannya. Setelah beberapa saat, teman saya ini terbebas dari racun ular tersebut. Dengan contoh ini, apakah sloka-sloka yang menguraikan suatu dongeng akan mempunyai kekuatan seperti itu? Kalau memang Garuda yang diuraikan di dalam Purana sebagai burung kendaraan Sri Visnu hanya sekedar dongeng, terus kenapa doa yang dipanjatkan untuk mengagungkan Garuda sangat ampuh untuk membebaskan seseorang dari racun ular. Dan di beberapa tempat di India Selatan, ada beberapa brahmana yang masih mampu mengucapkan mantra dengan tepat, dan dengan mengucapkan nama Garuda, mereka bisa mengusir ular ular di sekitar tempat mereka. Sudah tentunya, orang yang mengucapkan mantra tersebut harus berkualifikasi, yang telah dan masih menjalani aturan yang diuraikan di dalam sastra.
Lebih dari contoh di atas, orang mungkin masih meragukan hal ini karena berpendapat bahwa kita tidak melihat peninggalan-peninggalan dari jaman tersebut. Untuk menjawab argumen seperti tersebut, atas karunia yag maha kuasa, kita masih melihat beberapa tempat di daerah Bharata Bhumi yang masih ada sampai sekarang seperti Kuruksetra, Ayodya, Kasi dll. Di Kuruksetra, bahkan tempat dimana kakek Bhisma berbaring di atas anak panah masih ada dan ditandai dengan monumen yang kita bisa lihat sampai sekarang. Kemudian penjara dimana Sri Visnu ( Krisna ) muncul sebagai putra Vasudeva di Mathura, India bagian utara, masih ada sampai sekarang dan masih dikunjungi oleh ribuan peziarah setiap hari sejak ribuan tahun lalu. Sri Markandeya Rsi, yang diuraikan di dalam sastra pernah datang ke Bali dan membangun beberapa pura di sana dan sampai saat ini kita masih melihat pura-pura tersebut dan beberapa orang masih melihat keajaiban yang sering terjadi di pura-pura itu. Sampai hari ini, belum ada dongeng yang memperlihatkan keajaiban yang nyata seperti yang dialami oleh penduduk setempat di daerah pura-pura tersebut. Di Ayodya, tempat kelahiran Sri Ramcandra juga masih ada. Batu yang digunakan untuk mengikat Sri Krsna oleh Yasoda masih dipuja sampai sekarang di Vrndavana. Bekas-bekas istana Dvaraka, dimana para Dinasti Yadu tingal di kota yang terletak di atas lautan, ditemukan di dasar laut oleh beberapa peneliti. Di Bali, masih banyak peninggalan senjata-senjata yang sangat disakralkan yang mempunyai kekuatan gaib yang mampu menganugrahkan suatu kekuatan kepada seseorang untuk menyembuhkan dll. Dan masih banyak contoh peninggalan seperti itu di berbagai tempat khususnya di India.
Selain contoh yang diatas, kita juga bisa mengambil contoh yang sangat umum dikenal oleh masyarakat dunia. Ada sebuah batu besar yang terletak diatas sebuah bangunan kuil Deva Siva di Tanjur, India Selatan. Berdasarkan penelitian para ahli, ini merupakan suatu hal yang sangat mustahil untuk membawa dan menaruh batu sebesar itu di atas bangunan kuil dengan posisi seperti itu bahkan kalau mengunakan alat canggih sekalipun. Bagaimana cara untuk mengangkat batu tersebut masih misterius dan masih sangat sulit untuk dipercaya kalau ada orang yang bisa melakukan itu, tetapi kenyataannya, batu itu ada di sana. Silva sastra, kitab yang berkecimpung di dalam ilmu pembangunan dan patung, menjelaskan bahwa para pembangun yang telah menguasai ilmu pembangunan mampu membuat benda berat menjadi benda ringan dengan mengucapkan mantra. Dengan demikian, tidak hal yang sangat sulit untuk menaruh batu sebesar batu tersebut di atas.
Seseorang mungkin juga masih meragukan contoh yang masih berbau VEDA. Jadi contoh yang sangat sederhana dan sangat mudah dipahami oleh masyarakat umum adalah Piramida, salah satu dari keajaiban dunia, yang terletak di Ijib, Afrika Utara. Sampai saat ini tidak ada orang yang mampu memastikan bagaimana bangunan ini dibangun dan tidak ada orang yang mampu membangun bangunan yang seperti ini lagi. Karena saat ini kita tidak menemukan tukang yang bisa membangun bangunan seperti itu, maka kita dapat simpulkan bahwa tukang itu sebenarnya tidak ada. Dengan demikian ini hanya sekedar dongeng. Apakah benar ini hanya sekedar dongeng?Tentu saja tidak. Kalau manusia biasa mampu membangun bangunan yang ajaib seperti piramida ini, kenapa kita meragukan bangunan di surga yang diciptakan oleh Visvakarma, arsitek para deva, yang diuraikan di dalam Purana dan menyimpulkan itu semua hanya sekedar dongeng?
Jadi, karena kelihatannya suatu kejadian yang di luar pemikiran kita yang material ini, kita hendaknya jangan menyimpulkan bahwa kisah yang tercantum di dalam kitab Purana sebagai suatu khayalan atau dongeng. Di dalam kehidupan sehari-hari, kita melihat keagungan alam yang berada di luar jangkauan kita. Kalau kita tidak mampu menjangkau gerakan alam yang masih di depan kepala kita, bagaimana kita akan mampu menjangkau pencipta dari alam semesta tersebut dengan kemampuan kita? Indria yang tidak sempurna merupakan keterbatasan yang kita harus sadari dan terima. Untuk mengerti suatu hal yang lebih tinggi, kita mesti mendekati otoritas yang lebih tinggi. Veda dan semua suplemennya seperti Purana dan Itihasa merupakan sumber yang diberikan oleh otoritas yang lebih tinggi dan Veda menjelaskan bahwa kisah-kisah tersebut memang benar-benar terjadi. Seperti halnya seorang anak yang ingin tahu siapa ayahnya, dengan mengadakan penelitian berdasarkan ilmiah atau menebak orang yang kelihatan mirip, itu tidak akan pernah membuahkan hasil. Meskipun kalau membuahkan hasil, itu hanya akan makan waktu dan tenaga yang banyak. Tetapi kalau anak ini menerima kata-kata ibunya, yang secara pribadi mengetahui siapa yang memberikan benih pada kandungannya, maka itu merupakan otoritas tertingi. Sama halnya, kita yang berusaha untuk mengerti pergerakan alam beserta hukum dan isinya, kita harus mengacu pada otoritas yang lebih tinggi, yaitu sastra yang diberikan oleh mereka yang sudah mengalami atau melihat hal tersebut. Sastra Veda disebut dengan ”APAURUSEYA-SABDA” yang berarti Suara rohani yang tidak berasal dari orang biasa, tetapi oleh Tuhan sendiri melalui inkarnasiNya atau para utusanNya. Dengan demikian, tidak ada hal yang perlu diragukan lagi di dalam kitab suci Veda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar