Senin, 23 Mei 2011

KUATNYA IKATAN KELUARGA

Prahlāda mengintruksikan teman iblis sekolahnya
Śrīmad Bhāgavatam 7.6.11-13

katham priyāyā anukampitāyāh
sańgam rahasyam rucirāmś ca mantrān
suhrtsu tat-sneha-sitah śiśūnām
kalāksarānām anurakta-cittah
putrān smarams tā duhitrr hrdayyā
bhrātrn svasrr vā pitarau ca dīnau
grhān manojñoru-paricchadāmś ca
vrttīś ca kulyāh paśu-bhrtya-vargān
tyajeta kośas-krd ivehamānah
karmāni lobhād avitrpta-kāmah
aupasthya-jaihvam bahu-manyamānah
katham virajyeta duranta-mohah

"Bagaimana bisa seseorang yang sangat disayangi keluarganya, yang dari dalam lubuk hatinya selalu terisi oleh gambaran mereka ? Terutama sang istri yang selalu sangat baik dan perhatian dan selalu memuaskan suaminya di suatu tempat yang sunyi. Siapakah yang mampu melepaskan pergaulan seorang istri yang penuh kasih sayang seperti itu ? Anak kecil berbicara dengan bahasa yang terpatah-patah, sangat menyenangkan untuk didengar, dan ayahnya yang penuh kasih sayang selalu memikirkan kata-kata manisnya. Bagaimana seseorang dapat melepaskan pergaulan mereka ? Orang tua seseorang, anak laki-laki dan anak perempuan seseorang juga sangat disayangi. Anak perempuan khususnya sangat disayangi ayahnya, dan ketika anak itu ada di rumah suaminya, anak itu selalu ada di pikiran ayahnya. Siapa yang dapat melepaskan pergaulan seperti itu ? Di samping itu dalam urusan rumah tangga ada begitu banyak barang-barang yang menghiasi perabotan (furniture) rumah tangga, juga ada binatang dan pelayan. Siapa yang dapat melepaskan kenyamanan seperti itu ? Orang berumah tangga yang terikat bagaikan ulat sutera, menggulung kepompong yang akan menjadi penjara, tidak mampu untuk keluar. Hanya demi kepuasan dua indera penting  -kemaluan dan lidah- Seseorang menjadi terikat oleh keadaan-keadaan material. Bagaimana seseorang dapat melepaskan diri ? "


Śrīmad Bhāgavatam 7.9.45

yan maithunādi-grhamedhi-sukham hi tuccham
kandūyanena karayor iva duhkha-duhkham
trpyanti neha krpanā bahu-duhkha-bhājah
kandūtivan manasijam visaheta dhīrah

" Kehidupan sex dibandingkan dengan menggaruk kedua tangan untuk menghilangkan gatal. Grhamedi, atau yang namanya saja grhasta (orang berumahtangga) yang tidak memiliki pengetahuan spiritual, berpikir bahwa rasa gatal ini adalah batasan tertinggi dari kebahagiaan, meskipun sebenarnya itu adalah sebuah sumber penderitaan. Para Krpana, orang-orang bodoh yang merupakan kebalikan dari para brahmana, tidak pernah dipuaskan oleh kenikmatan indera yang berulang-ulang. Mereka yang merupakan dhira, bagaimanapun juga mereka yang sangat sabar / tenang dan yang sangat toleransi terhadap rasa gatal ini, tidak menjadi subjek dari penderitaan orang-orang bodoh dan kurang ajar."

Bhagavad-gītā As It Is 2.59

visayā vinivartante
nirāhārasya dehinah
rasa-varjam raso 'py asya
param drstvā nivartate
 
" Barangkali kepuasan indera-indera sang roh yang berada dalam badan dibatasi, walaupun keinginan terhadap obyek-obyek indera tetap ada. Tetapi bila ia menghentikan kesibukan seperti itu dengan mengalami rasa yang lebih tinggi, kesadarannya menjadi mantap."

Srila Rupa Goswami, Padyavali 11

kasayan na ca bhajanadi-niyanam no va vane vasato
vyakhyanad athava muni-vrata-bharac cittodbhavah ksiyate
kintu sphita-kalinda-saila-tanaya-tiresu vikridato
govindasya padaravinda-bhajanarambhasya lesad api

"Bukan dengan memakai kain saffron, bukan dengan membatasi makanan dan kegiatan indera lainnya, bukan dengan hidup di hutan, dan bukan dengan menjalani sumpah untuk diam, tetapi dengan hanya sedikit saja permulaan pelayanan bhakti kepada kaki padma Tuhan Govinda, yang menikmati kegiatanNya di tepi Yamuna yang luas, maka Kamadev, nafsu birahi, dihentikan."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar