Kamis, 26 Mei 2011

Rumus Semangat

Class by,
Sri-Srimad Bhaktisvarupa Damodara Svami Sripada Maharaja
Pesraman Sri-Sri Radha-Rasesvara, November 28, 2003
ahimsaya paramahamsya-caryaya
smrtya mukundacaritagrya-sidhuna
yamair akamair niyamais capy anindaya
nirihaya dvandva-titiksaya ca
ahimsaya—dengan tanpa kekerasan, paramahamsya-caryaya—dengan cara mengikuti langkah-langkah para acarya yang mulia; smrtya—dengan mengingat; mukunda—Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa; acarita-agryta—semata-mata mengajarkan tentang kegiatanNya; sidhuna—dengan minuman kekekalan; yamah—dengan mengikuti prinsip-prinsip yang mengatur; akamah—tanpa keinginan-kieinginan material; niyamah—dengan mengikuti peraturan secara ketet; ca—juga; api—pasti; anindaya—tanpa menghina; nirihaya—hidup secara sederhana, bersahaja; dvandva—dualitas; titiksaya—dengan toleransi; ca—dan
TERJEMAHAN
Seorang calon yang ingin maju dalam kerohanian, harus 1) tanpa sifat kekerasan, 2) mengikuti langkah-langkah para acarya yang mulia, harus senantiasa mengingat kegiatan Tuhan Yang Maha Esa yang bagaikan minuman kekekalan, harus mengikuti prinsip-prinsip yang mengatur, tanpa keinginan material dan sambil mengikuti prinsip yang mengatur, ia tidak boleh menghina orang lain. Seorang penyembah harus hidup dengan sangat sederhana dan tidak terganggu oleh dualitas unsur-unsur yang bertentangan. Ia harus belajar untuk mentolelirnya. (SB. 4.22.24)

Penjelasan
Ahimsa = Tanpa Kekerasan
Para penyembah sebenarnya adalah orang suci, sadhu. Kualifikasi pertama  seorang sadhu, atau penyembah adalah ahimsa, atau tanpa sifat kekerasan. Orang-orang yang tertarik kepada jalan pelayanan bhakti, atau tertarik pulang ke dunia rohani, kembali kepada Tuhan, pertama-tama harus mempraktekkan ahimsa-sifat tanpa kekerasan. Seorang sadhu dijelaskan sebagai titiksayah karunikah (Bhag. 3.25.21). Seorang penyembah harus selalu bersifat toleransi dan kasih sayang terhadap orang lain. Sebagai contoh jika ia sendiri mengalami penderitaan pribadi ia harus mentolerirnya. Seluruh dunia dipenuhi dengan kekerasan dan urusan pertama seorang penyembah adalah menghentikan kekerasan ini termasuk pemotongan binatang yang tidak di perlukan. Seorang penyembah adalah kawan bukan hanya bagi umat manusia tetapi juga seluruh mahluk hidup, karena ia melihat seluruh makhluk hidup sebagai anak-anak dari Tuhan Yang Maha Esa. Ia tidak menganggap dirinya sendiri sebagai anak tunggal dari Tuhan dan membiarkan yang lainnya dibunuh, dengan berfikir bahwa mereka tidak mempunyai roh. Filsafat seperti ini tidak pernah disetujui oleh seorang penyembah-murni Tuhan. Suhrdah sarva-dehinam: seorang penyembah sejati adalah kawan bagi seluruh makhluk hidup. Krsna menyatakan dalam Bhagavad-gita bahwa DiriNya adalah Ayah semua jenis makhluk hidup, maka itu seorang penyembah Krsna senantiasa sebagai teman bagi semua makhluk hidup. Itulah yang di namakan ahimsa. Sikap tanpa kekerasan seperti itu hanya akan bisa dipraktekkan apabila kita mengikuti langkah-langkah para acarya-acarya yang mulia dari empat sampradaya, atau garis perguruan.
Paramahamsa Caryaya
Berusaha untuk maju dalam kehidupan rohani diluar garis perguruan adalah lucu atau menggelikan saja. Oleh karena itu dinyatakan, acaryavam puruso veda: orang yang mengikuti garis perguruan para acarya mengetahui hal-hal dengan sebenarnya (Candogya Up. 6.14.2). Tad-vijnartham sa gurun evabhigacchet: untuk bisa mengerti ilmu pengetahuan rohani, orang harus mendekati guru kerohanian yang dapat dipercaya (Mundaka Up. 1.2.12). Kata smrtya adalah sangat penting dalam kehidupan rohani. Smrtya berarti mengingat Krsna senantiasa. Hidup harus diatur sedemikian rupa sehingga orang tidak bisa tahan tanpa berpikir tentang Krsna. Kita harus hidup di dalam Krsna sehingga ketika sedang makan, sedang tidur, berjalan dan bekerja kita akan tetap berada hanya di dalam Krsna. Masyarakat kesadaran Krsna kita menasehatkan supaya kita mengatur kehidupan kita sehingga kita bisa selalu mengingat Krsna. Dalam masyarakat ISKCON kita para penyembah sambil sibuk membuat dupa Dunia Rohani, juga sibuk mendengar tentang kemuliaan Krsna dan para penyembahNya. Sastra menganjurkan, smartavyah satatam visnuh: Tuhan Visnu harus senantiasa diingat secara terus menerus. Vismartavyo na jatucit: Visnu tidak boleh dilupakan. Itulah cara hidup rohani. Smrtva, ingatan kepada Tuhan ini bisa terus-menerus apabila kita mendengar tentang Beliau senantiasa. Oleh karena itu disarankan dalam ayat ini: mukundacaritagrya sidhuna. Sidhu berarti “minuman kekekalan”. Mendengar tentang Krsna dari Srimad Bhagavatam atau Bhagavad-gita atau kitab suci yang asli yang serupa adalah hidup dalam Kesadaran Krsna. Konsentrasi dalam Kesadaran Krsna seperti itu bisa dicapai oleh orang-orang yang mengikuti prinsip-prinsip yang mengatur secara ketat. Kita telah menganjurkan dalam gerakan masyarakat Kesadaran Krsna kita agar seorang penyembah mengucapkan nama suci Tuhan sebanyak enam belas putaran japa mala dan mengikuti prinsip-prinsip yang mengatur. Itu akan membantu penyembah menjadi mantap dalam kemajuaan rohani di dalam hidupnya.
Yama = Mengendalikan Indria-indria
Di dalam ayat ini juga dinyatakan bahwa orang akan bisa membuat kemajuan dengan cara mengendalian indria-indria (yamaih). Dengan mengendalikan indria-indria, orang bisa menjadi svami atau gosvami. Oleh karena itu orang yang memperoleh gelar luar biasa, svami atau gosvami, harus mengendalikan indria-indrianya dengan ketat sekali. Sesungguhnya, ia harus menjadi penguasa indria-indrianya. Hal ini mungkin jika seseorang tidak menginginkan kenikmatan indria-indria material. Jika secara tidak di sengaja, indria-indrianya itu ingin bekerja secara bebas maka ia harus mengendalikannya. Jika kita semata-mata berlatih menghindari kepuasan indria-indria, pengendalian indria-indria akan secara otomatis tercapai.
Anindaya = Tidak Mengkritik
Hal penting lainnya yang disebutkan dalam hubungan ini adalah anindaya, kita tidak boleh mengkritik cara-cara keagamaan orang lain. Ada beraneka macam sistem keagamaan yang bekerja di bawah sifat-sifat alam yang berbeda-beda. Sistem-sistem keagamaan yang bekerja di bawah sifat-sifat kebodohan dan nafsu tidak bisa sesempurna sistem keagamaan dalam sifat kebaikan. Dalam Bhagavad-gita segala sesuatu telah dibagi menjadi tiga bagian menurut sifat-sifatnya, oleh karena itu sistem keagamaan di golong-golongkan dengan cara yang serupa. Apabila orang-orang kebanyakan berada dibawah sifat-sifat nafsu dan kebodohan maka sistem keagamaan mereka akan tergolong ke dalam sifat yang sama. Seorang penyembah, daripada mengkritik sistem-sistem keagamaan seperti itu, sebaliknya ia akan menyemangatkan para pengikut sistem keagamaan itu untuk terikat kepada prinsip-prinsipnya sehingga secara berangsur-angsur mereka akan sampai pada tingkat sistem keagamaan yang dalam sifat kebaikan. Semata-mata dengan mengkritiknya pikiran penyembah akan bergejolak. Jadi seorang penyembah harus menahan dan belajar untuk menghentikan gejolak itu.
Nirhaya = Hidup Sederhana
Ciri lain seorang penyembah adalah nirihaya, hidup sederhana. Nirihaya berarti “sopan”, “lembut” atau “sederhana”. Seorang penyembah tidak boleh hidup secara mewah dan meniru orang-orang duniawi. Hidup sederhana dan berpikir tinggi disarankan kepada penyembah. Ia harus menerima sebanyak yang diperlukan untuk menjaga badan material tetap sehat untuk melaksanakan pelayanan bhakti. Ia tidak boleh makan dan tidur melebihi yang dibutuhkan. Makan semata-mata untuk hidup, bukan hidup untuk makan, dan tidur hanya enam sampai tujuh jam dalam satu hari merupakan prinsip-prinsip yang harus diikuti oleh para penyembah. Selama memiliki badan material, badan itu tunduk kepada pengaruh perubahan-perubahan iklim, penyakit dan gangguan-gangguan alam, tiga jenis kesengsaraan material. Kita tidak bisa menghindarinya. Kadang-kadang kita menerima surat dari penyembah-penyembah baru yang menanyakan mengapa mereka jatuh sakit walaupun telah mengikuti kesadaran Krsna. Mereka harus belajar dari ayat ini bahwa mereka harus menjadi toleransi (dvandva-titiksavah). Ini adalah dunia dualitas. Orang tidak boleh berpikir bahwa karena ia telah jatuh sakit ia telah jatuh dari Kesadaran Krsna. Kesadaran Krsna bisa berjalan tanpa terhambat oleh halangan material apapun. Oleh karena itu Sri Krsna menasehatkan dalam Bhagavad-gita (2.14), tams titiksva bharata: ‘O Arjuna, berusahalah untuk mentolerir segala gangguan ini. Menjadi mantaplah dalam kegiatan Kesadaran Krsnamu.’
Catatan:
Srila Sripada Maharaj menganjurkan agar semua penyembah membaca sloka ini setiap hari, Brahmacari hendaknya menempel sloka ini di kamar tidur, para Grihasta hendaknya menempel sloka ini di ruang tamu, para penyembah dalam tingkat Vanaprastha dan Sannyasa hendaknya menyimpan sloka ini di kepalanya.

1 komentar:

  1. Sadhu..sadhu.. terima kasih sudah memposting, keep work. :)

    BalasHapus