Senin, 23 Mei 2011

LALU DAN KALU


Seorang pedagang memiliki dua orang anak - Lalu dan Kalu - . Ia ingin agar mereka belajar dasar-dasar pengukuran pada mesin timbangan, dan sebagainya, ia mempercayakan anak-anaknya pada seorang pengajar.
Anak-anaknya sangat tidak tahu aturan dan nakal, sudah beberapa pengajar membuktikan dirinya tidak mampu menanamkan instruksi dasar ini kepada mereka.
Akhirnya, pedagang itu harus mengumumkan bahwa ia akan memberikan sebagian usaha dagangnya kepada siapapun yang mampu mengajarkan kedua anaknya ilmu berhitung paling tidak sampai seratus.
Seorang brahmana tua yang miskin, tertarik dengan keuntungan yang ditawarkan, menerima pekerjaan itu, mengajarkan anak-anaknya. Ayah mereka membuat suatu rencana yang sangat matang sehingga anak-anaknya akan selalu bersama pengajar mereka.
Suatu hari, Lalu dan Kalu pergi keluar jalan-jalan dengan pengajar mereka. Ketika mereka sedang berjalan, mereka melewati seekor sapi dan sang pengajar bertanya pada Lalu, “Dapatkah kalian mengatakan berapa banyak kaki yang dimiliki sapi ini ?”
Si Lalu mulai menghitung kaki sapi itu – satu, dua, tiga…Tiba-tiba, Kalu menghentikan saudaranya dengan menutup mulut saudaranya dengan tangannya, ia berkata, “Oh saudaraku! jangan menghitung – ia mencoba dengan lihai mengajarkanmu ilmu berhitung.” Oleh sebab itu Lalu berhenti menghitung karena ia menyadari metode pengajaran yang ahli dari pengajar itu.
Di hari lainnya, Lalu dan Kalu sedang beristirahat di dalam sebuah ruangan, bersama dengan pengajar mereka. Kedua anak itu mulai mendengkur mereka berpura-pura terlihat seperti tertidur lelap, sehingga pengajarnnya akan mengira mereka benar-benar dalam tidur yang lelap.
Pengajarnya, kedua matanya tidak tidur, memutuskan bahwa ia juga akan istirahat. Setelah beberapa saat, Lalu dan Kalu mulai berusaha memastikan jika pengejarnya tertidur dan mereka menjadi yakin, mereka bangun, dan pergi keluar untuk merokok untuk mengisi jantungnya. Setelah selesai menghabiskan rokoknya, mereka kembali ke kamar dan berpura-pura tertidur lagi.
Setelah beberapa waktu, ketika sang pengajar bangun, ia mencium bau yang kuat dari asap rokok di dalam kamar. Dengan segera ia membangunkan anak-anak itu dari “tidur“ mereka dan mulai bertanya tentang bau itu. Kecurigaannya semakin kuat ketika ia mencium tangan kedua anak itu.
Lalu dan Kalu melanjutkan untuk membela diri mereka, “O tuan, kami sedang tertidur dihadapan anda, kami baru saja bangun sekarang. Bagaimana mungkin kami merokok, tuan? Tetapi mungkin beberapa orang kurang ajar, mereka  merokok dengan bantuan kedua tangan kami. tanpa sepengetahuan kami ketika kami sedang tertidur lelap.”

PENJELASAN
Mereka yang berusaha untuk tidak menerima saran atau perintah untuk perkembangan diri mereka, tergambarkan dalam bentuk karakter yang diperlihatkan kedua anak licik ini, Lalu dan Kalu. Cukup sering, kebanyakan dari kita tidak suka memperhatikan pesan-pesan dan aturan di dalam kegiatan kita sehari-hari, hanya karena keprihatinan kita bahwa mungkin mereka akan membawa kita ke wilayah damai dan sejahtera.
Seperti halnya Lalu dan Kalu, sebagian besar mesyarakat pada umumnya tidak pernah menerima jalan kesejahteraan dan kebahagiaan yang sebenarnya – mereka akan lebih memilih sebuah keinginan untuk menjaga pergaulan orang-orang suci dan pada saat yang bersamaan meneruskan kegiatan mereka dalam kepuasan indriya-indriya seperti mengejar kekayaan, wanita, dan minuman keras.
Ini disebabkan karena kita tidak mampu untuk melepaskan kemunafikan kita dan sifat individual dan kebebasan kita yang bodoh, sehingga orang-orang suci gagal membawa kita pada kearifan yang sebenarnya. Kapanpun guru spiritual kita melihat kecenderungan kita pada kegiatan yang tidak berguna seperti itu, kita mencoba untuk membela diri kita dengan sebuah alasan yang salah bahwa kita tidak benar-benar tertarik di dalam kegiatan seperti itu dan karena itulah beberapa agama atau kepercayaan yang tidak mengikuti ajaran kitab suci atau pemimpin masyarakat telah memaksa kita menjadi terpikat merosot ke dalam mereka.
Secara alami, semua orang jahat bertindak seperti ini dan mereka menempatkan semua kesalahan pada pihak lainnya untuk menyembunyikan kesalahan mereka. Mereka berusaha mengarahkan rasa haus akan kenikmatan indriya-indriya mereka pada orang-orang yang tulus.


Sumber : Upakhyane Upadesa, Instruksi di dalam cerita, oleh Srila Bhaktisiddhanta Saraswati Thakura.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar