Sabtu, 28 Mei 2011

Apa Yang Dilakukan Oleh Seorang Perempuan?

Bagaimana para wanita dalam kesadran Krishna melayani Tuhan?
Oleh Visaka Devi Dasi
ragatmika mataji
ragatmika mataji
”Wanita-wanita ini bukanlah wanita biasa. Mereka adalah para pengajar. Mereka adalah para vaisnava. Dengan pergaulan dari mereka seseorang menjadi seorang vaisnava.”
( Srila Prabhupada, jalan-jalan pagi, 27 Maret 1974)
Srila prabhupada, utusan dari India yang hebat ke negara Barat, mendirikan di Barat tidak hanya asrama-asrama dan kuil-kuil, namun keseluruhan masyarakat rohani. Untuk melakukan ini dia memberi inspirasi kepada para wanita seperti halnya laki-laki untuk menjadi penyembah Tuhan Sri Krishna. Beliau memberi hak kepada para wanita untuk tinggal di asrama-asrama dan melayani Tuhan dalam berbagai cara, beberapa diantara mereka diluar aturan, walaupun benar-benar dalam garis ajaran Tuhan Sri Krishna.
Apa posisi para wanita dalam ISKCON, perkumpulan yang didirikan Srila Prabhupada? Untuk menjawabnya, pertama mari kita lihat tujuan dari ISKCON. Dalam visi pendiri, para anggota ISKCON mendedikasikan diri mereka untuk mempraktekkan kehidupan rohani dan menyebarkan pengetahuan rohani dan mengajarkan teknik-tekniknya kepada yang lain. Menurut Srila Prabhupada bahwa kehidupan rohani yang sebenarnya berarti untuk melakukan pelayanan bhakti transendental kepada Tuhan Yang Maha Tinggi, Sri Krishna. Pelayanan bhakti menyebabkan semua indria kita sibuk fdalam pelayanan kepada Tuhan, penguasa semua indra. Pelayanan itu menyucikan indria-indria kita dan membebaskan kita dari all material designation. Sehingga dengan mengajarkan pelayanan bhakti, Srila Prabhupada menunjukkan bahwa beliau menginginkan semua pengikutnya- laki-laki, perempuan, dan anak-anak-menjadi bebas dari segala keinginan material dan memperoleh identitas mereka yang sejati.
Cara lain untuk memahami pesan dan misi Srila Prabhupada adalah untuk merefleksikan pada kata Sansekerta dharma. Dharma adalah fungsi atau sifat dasar dari sesuatu. Seseorang dapat mengatakan bahwa ”dharma” dari api adalah panas, ”dharma” dari air adalah cair, dan ”dharma” dari gula, manis.
Apa dharma dari makhluk hidup? Untuk melakukan pelayanan. Srila Parabhupada menulis,
Kita dapat dengan mudah melihat bahwa setiap mahkluk hidup secara terus-menerus sibuk dalam melakukan pelayanan kepada mahkluk hidup lainnya. Makhluk hidup melayani makhluk hidup lainnya dalam berbagai kapasitas. Dengan melakukan hal yang sama, para makhluk hidup menikmati hidupnya. Binatang yang lebih rendah melayani manusia seperti pelayan melayani majikannya. ….seorang teman melayani teman lainnya, ibu melayani putranya, istri melayani suaminya, suami melayani istrinya, demikian seterusnya. Jika kita mencari semangat ini, akan terlihat bahwa tidak ada pengecualian dalam masyarakat makhluk hidup terhadap kegiatan pelayanan…..dan olehkarena itu kita dapat menyimpulkan bahwa pelayanan adalah penyerta berkelanjutan dari mkhluk hidup dan bahwa melakukan pelayanan adalah agama abadi (dharma ) dari makhluk hidup.”
(Bhagavad-gita menurut aslinya, pendahuluan)
Di dunia material setiap makhluk hidup tinggal dalam badan yang terbuat dari unsur-unsur material. Setiap orang adalah makhluk hidup (jiwa), sekarang ditutupi oleh badan material kasar dan halus. Karena sifat alami kita, yang rohani , dan badan penutup, yang bersifat material, masing-masing dari kita memiliki dua jenis dharma: dharma abadi (sanatana), pelayanan rohani kita kepada Roh Yang Utama, Tuhan Sri Krishna; dan dharma pribadi (sva), pelayanan yang pantas untuk pikiran, kecerdasan dan indria-indria.
Tuhan Sri Krishna bersabda (Bhagavad-gita 4.13) bahwa kualitas dan kegiatan seseorang, bukan kelahiran seseorang, menentukan svadharmanya. Berdasarkan pada kualitas dan kegiatan mkhluk hidup, Tuhan menciptakan empat pekerjaan umum untuk memperlancar fungsi sosil manusia: brahmana (pendeta terpelajar, guru dan penasehat), ksatriya (pemimpin pemerintahan dan orang-orang militer), vaisya (petani, pengusaha dan pelindung sapi), dan sudra (pekerja dan seniman). (Pada zaman kebingungan ini, banyak orang yang tidak mempunyai satu pekerjaan yang murni namun mengekspresikan bakat mereka pada beberapa bidang.)
Tim Suami Istri
Apapun kedudukan seseorang dalam sistem sosial ini, mereka yang mengisi peran dalam berbagai bidang secara umum tidak bekerja sendirian, namun secara bersama-sama, sebagai tim suami-istri. Laki-laki dan perempuan yang mempuanyai sifat yang cocok dan cenderung menikah, dan istri membantu suaminya dan mengambil tanggung jawab terhadap rumah dan anak-anak. Srila Prabhupada menulis, ” seorang istri seharusnya tidak hanya cocok dari segi umur, kepribadian, dan kualitas, namun harus membantu dalam tugas rumah tangga suaminya.” (Srimad-Bhagavatam 3.22.11, penjelasan) Dan dalam Srimad_Bhagavatam (10.60.15) menyatakan, ” ikatan pernikahan dan persahabatan tepat diantara dua orang yang cocok dalam hal kekayaan, kelahiran, pengaruh, penampilan fisik, dan kapasitas untuk leluhur yangbaik, tetapi tidak pernah antara yang superior dengan inferior.” Jadi istri seorang brahmana adalah seperti seorang ibu bagi murid-murid suaminya, seorang ratu layaknya ibu bagi rakyatnya, wanita petani ahli dalam memanfaatkan susu dan produk-produk lain dari sapi dan lahan pertanian, dan seterusnya. Dalam hal ini suami dan istri tekun sepenuhnya, dan dalam masyarakat yang terdiri atas keluarga yang demikian, akan ada kedamaian, kebahagiaan, kecukupan, dan semangat bekerja sama.
Svadharma kita belum lengkap kecuali terkait dengan sanatana dharma. ” kegiatan pekerjaan yang dilakukan seseorang berdasarkan kedudukannya sendiri hanyalah pekerja tak berguna bila mereka tidak membangkitkan ketertarikan pada pesan dari kepribadian Tuhan Yang Maha Esa.” (Srimag-Bhagavatam 1.2.8) Dalam menjelaskan sloka ini, Srila Prabhupada menulis,
Sang Diri (jiwa) adalah di luar badan kasar dan pikiran halus. Dia adalah prinsip aktif yang kuat dari badan dan pikiran. Tanpa mengetahui kebutuhan dari jiwa yang sedang tidur, seseorang tidak akan bisa berbahagia dengan emolument badan dan pikiran. Badan dan pikiran namun superflous adalah penutup luar dari sang roh. Kebutuhan sang roh harus dipenuhi. Dengan hanya membersihkan kandang burung, seseorang tidak akan memuaskan burung tersebut. Seseorang harus mengetahui kebutuhan burung itu sendiri.
Kebutuhan dari sang roh adalah bahwa dia ingin keluar dari pengaruh ikatan material dan memenuhi keinginannya untuk kebebasan penuh. Dia ingin keluar dari dinding alam semesta yang membungkusnya. Dia ingin melihat cahaya bebas dan spirit. Kebebasan penuh diperoleh bila dia bertemu Roh Yang Sempurna, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa.
Srila Prabhupada mendirikan ISKCON pada akhirnya: untuk memungkinkan seseorang untuk keluar dari kungkungan ikatan material yang terbatas dan bertemu dengan Tuhan Yang Maha Tinggi. Walaupun dalam tingkatan hidup pelepasan ikatan duniawi (sannyasa), Srila Prabhupada menyusun dan terkadang memimpin pernikahan murid-muridnya. Dan beliau menyibukkan orang-orang muda ini dalam banyak pelayanan berdasarkan baik kecenderungan (sva-dharma) dan pelayanan kepada Tuhan (sanatana dharma) mereka. Dibawah arahan Srila Prabhupada, penyembah laki-laki dan wanita melayani sebagai seniman, penulis, pengetik, pembicara, penyanyi, manajer, pelayan arca, penyebar buku, dan sebagainya. Sebagai contoh, suami saya, Yadhuvara dasa, dan saya, kami berdua berlatih fotografi, bersama-sama melayani dalam ISKCON, suami saya sebagai sinematografer, dan saya sebagai fotografer sekaligus teknisi suara. Kami terkadang memfilmkan dan menjepret Srila Prabhupada, yang lebih dari sekali berkomentar, ” suami dan istri bekerja bersama dalam kesadaran Krishna-ini sangat bagus.”
Contoh lain: Ketika tiga pasangan pengantin berhasil memulai pusat kesadaran Krishna di London, Srila Prabhupada memuji kerja keras mereka. Beliau menunjukkan bahwa guru kerohanian beliau menginginkan sebuah pusat pengajaran di London beberapa tahun sebelumnya, namun murid-murid beliau yang sudah sannyasi tidak berhasil memulai satupun.
Visi Srila Prabhupada kepada murid-murid beliau untuk menikah dan melayani Tuhan bersama-sama dalam keharmonisan. Beliau menulis, ”Seorang istri diperlukan untuk membantu dalam kemajuan rohani dan material. Dikatakan bahwa istri memberikan pemenuhan segala keinginan dalam agama, kemajuan ekonomi, dan kepuasan indera-indera. Jika seseorang memiliki istri yang baik, dia bisa dianggap sebagi orang yang paling beruntung.” (Srimad Bhagavatam 3.21.15, Penjelasan) Srila Prabhupada ingin melihat pasangan dalam kesadaran Krishna berbahagia mempersembahkan pelayanan mereka kepada Tuhan, membuat suasana rumah mereka kondusif untuk kehidupan rohani, membesarkan anak-anak yang berkeTuhanan, dan membuat kemajuan rohani yang bertahap dan mantap.
Pelayanan dengan perlindungan
Sementara teladan ini menarik sebagian besar orang, jiga menimbulkan beberapa pertanyaan, apa, jika segala sesuatu, dapat dilakukan seorang wanita diluar membantu suaminya, diluar pekerjaan rumah tangga, dan diluar kewajiban mulianya sebagai seorang ibu? Dan bagaimana dengan seorang wanita yang tidak menikah, menjanda, menikah namun tidak punya anak, atau menikah dengan anak yang sudah dewasa? Pelayanan mereka terhadap anak-anak tidak nyata dan minimal, dan pelayanan mereka di rumah juga minimal.
Sebagai jawaban, point pertama adalah bahwa wanita harus senantiasa dilindungi. Srila Prabhupada mengkritik apa yang disebut gerakan kemerdekaan wanita, yang mendorong wanita menjadi tak terlindungi dan hal ini memungkinkan dieksploitasi oleh laki-laki yang tidak bertanggung jawab. Srila Prabhupada noted bagaimana keturunan yang tidak diinginkan dari kombinasi yang tidak beruntung memalukan bagi pemerintah, yang membantu bagi banyak ibu yang tidak bersuami dan anak tanpa ayah. Dalam kebudayaan Srila Prabhupada memperkenalkan, seorang laki-laki muda dilatih untuk menjadi seseorang bertanggung jawab, manusia kelas pertama. Dia kemudian menikah dengan seorang wanita muda yang cocok dan setia. Dalam kebudayaan seperti ini wanita dilindungi dan anak-anak tumbuh dalam rumah yang penuh kedamaian, stabil dan dua orang tua.
Tentunya mungkin bagi seorang wanita terlindungi dan dalam waktu yang sama melayani Tuhan berdasarkan kemampuan uniknya. Srila Prabhupada mendorong dan terkadang mendesak agar murid wanita beliau memimpin kirtana, berbicara di depan umum, dan menyebarkan buku-buku beliau. Namun Srila Prabhupada tidak setuju seorang wanita memerintah sebuah negara, beliau menemukan tidak ada salahnya wanita menjadi pemimpin dalam masyarakat rohaninya. Sebagai contoh, pada tahun awal 1960an, ketika gerakannya masih sangat muda, beliau menempatkan salah satu dari murid pertama wanitanya, Yadurani Devi Dasi, dengan maksud menarik semua semua seniman laki-laki dan wanita membuat lukisan ilustrasi untuk buku-buku beliau.
Beberapa saat kemudian, pada musim semi tahun 1970, ketika Srila prabhupada membentuk Governing Body Commision (GBC) sebagai perpanjangan tangan ISKCON, beliau melibatkan wanita dari daftar muri-muridnya yang beliau pertimbangkan untuk suatu posisi.
Ketika ditanya apakah wanita bisa menjadi presiden tempel (Chicago, 5 Juli 1975), Srila prabhupada menjawab, ” Ya, kenapa tidak?” dan kemudian menjelaskan bahwa seorang wanita seharusnya tetap tergantung baik terhadap, ayah, suami atau anak kelas satunya. (pada analisis akhir, hanya Tuhan yang Maha Tinggi, Sri Krishna, yang merdeka,namun kebudayaan Veda secara khusus memerintahkan wanita sebaiknya tetap bergantung kepada laki-laki terdekatnya.)
Disini Srila Prabhupada menyatakan bahwa seorang wanita mungkin adalah presiden temple, tetapi beliau juga mengatakan bahwa dia juga harus bergantung. Apakah ini bertentangan? Untuk memperoleh beberapa wawasan, kita dapat kembali ke percakapan antara Vallabha Bhatta, Advaita Acarya, dan Tuhan Caitanya Mahaprabhu:
Suatu hari Vallaba Bhatta berkata kepada Advaita Acarya, ” Setiap makhluk hidup adalah wanita (prakrti) dan mengingat Krishna adalah suaminya (pati). Itu adalah kewajiban bagi wanita yang masih suci, berbhakti kepada suaminya, tidak menyebut nama suaminya, tetapi semua yang kau ucapkan adalah nama dari Krishna. Bagaimana bisa ini disebut sebuah prinsip keagamaan?”
Advaita Acarya menjawab, ” dihadapan Anda adalah Tuhan Caitanya Mahaprabhu, kepribadian prinsip-prinsip keagamaan. Anda sebaiknya bertanya kepada-Nya, Dia akan memberikanmu jawaban yang tepat.”
Mendengar hal ini, Tuhan Caitanya Mahaprabhu berkata, ”Vallabha Bhatta tercinta, engkau tidak tahu prinsip-prinsip keagamaan. Sesungguhnya, kewajiban pertama seorang wanita yang masih suci adalah melakukan perintah suaminya. Perintah Sri Krishna adalah mengucapkan nama suci-Nya terus-menerus. Oleh karena itu seseorang yang perawan dan terikat kepada Krishna sebagai suami harus mengucapkan nama Tuhan, karena dia tidak bisa menyangkal perintah suaminya.” (Caitanya-caritamrta, Antya-lila 7.103-7)
Begitupula, dibawah bimbingan dari guru kerohaniannya, seorang wanita yang suci, wanita berkesadaran Krishna dengan dorongan dari ayah, suami atau anaknya yang berkesadaran Krishna dapat melakukan pelayanan yang dia cocok lakukan, baik sebagai ibu, juru masak, temple president, anggota GBC, ataupun guru spiritual.
Dalam surat kepada Silavati Devi (14 Juni 1969) Srila Prabhupada menulis, “Sekarang, jika anda bisa mengajak semua wanita di Los Angeles untuk memiliki Altar di rumah mereka dan membantu suami-suami mereka untuk memiliki hidup rumah tangga yang damai dan bahagia dalam kesadaran Krishna, itu akan menjadi pelayanan yang sangat agung bagimu. Sistem sebenarnya adalah bahwa suami adalah guru spiritual bagi istrinya, tetapi apabila sang istri bisa mengajak suaminya untuk ikut melaksanakan proses ini, maka tidak masalah jika sang suami menerima istrinya sebagai guru spiritual. Caitanya Mahaprabhu bersabda bahwa setiap orang yang mengetahui ilmu pengetahuan tentang Krishna hendaknya diterima sebagai guru spiritual, tidak peduli akan kualifikasi-kualifikasi material seperti kaya atau miskin, laki-laki atau perempuan, brahmana atau sudra.
Poin yang sama ditekankan kembali bertahun-tahun berikutnya (18 Juni 1976) ketika profesor O’connell dari universitas Toronto bertanya kepada srila Parabhupada, “swamiji, apakah mungkin bagi seorang wanita untuk menjadi guru dalam garis perguruan?”
Srila Prabhupada menjawab, “Ya. Jahnava Devi adalah istri Sri Nityananda. Dia menjadi guru spiritual. [Jahnava Devi adalah guru spiritual yang memberikan diksa yang mempunyai murid laki-laki]. Jika beliau mampu untuk sampai kepada kesempurnaan tertinggi kehidupan, mengapa tidak mungkin bagi beliau untuk menjadi guru? Tapi hal seperti ini tidak banyak. Sesungguhnya seseorang yang telah mencapai kesempurnaan dapat menjadi seorang guru. Tetapi baik laki-laki atau wanita asalkan dia sudah mencapai kesempurnaan……..Yei Krishna-tattva-vetta sei guru haya. Kualifikasi dari seorang guru adalah bahwa hendaknya dia sepenuhnya menguasai ilmu pengetahuan tentang Krishna. Barulah dia dapat menjadi seorang guru.Yei Krishna-tattva-vetta, sei guru haya. Di dunia material apakah ada larangan bagi seorang wanita untuk menjadi seorang profesor? Bila dia berkualifikasi dia bisa menjadi seorang profesor. Apakah masalahnya dalam hal ini? Dia harus berkualifikasi. Itulah kedudukannya. Jadi begitu pula, jika seorang wanita mengerti secara sempurna, dia menjadi seorang guru.”
Dalam urusan spiritual jenis kelamin seseorang bukanlah suatu kekurangan.
Sebagaimana menjadi bergantung atau menjadi seorang pemimpin contradictary, begitupula menjadi yang dilindungi dan menjadi seorang pemimpin bukanlah hal yang bertentangan. Seorang wanita bisa dalam keadaan dilindungi (sebagaimana semestinya semua wanita sepanjang hidup mereka) dan pada saat yang sama juga menjadi seorang pemimpin. Dalam kata-kata srila prabhupada, “seorang anak harus diperhatikan. Itu baik. Begitupula halnya dengan wanita. Dan seorang laki-laki tua seperti saya-saya selalu mendapat perhatian….itulah peradaban.” Walaupun beliau adalah seorang vaisnava yang paling agung, Srila Prabhupada disini dengan rendah hati menyatakan diri beliau sebagai “seseorang yang sudah tua”. Dan karena orang-orang yang sudah tua adalah salah satu dari lima kelompok masyarakat yang harus dilindungi (keempat lainnya adalah sapi-sapi, wanita, anak-anak dan brahmana), Srila Prabhupada melihat diri beliau sebagai seorang yang dilindungi. Namun pada saat yang sama beliau adalah seorang pemimpin yang tiada tertandingi.
Dalam gerakan hare Krishna, Srila Prabhupada melatih mereka yang laki-laki untyk melihat semua wanita kecuali istrinya sendiri dengan penuh rasa hormat sebagai “ibu”, dan semua wanita untuk melihat semua laki-laki selain suaminya sendiri dengan penuh rasa hormat sebagai “putra-putranya”. Sebagaimana kewajiban seorang putra adalah melindungi ibunya begitupula salah satu kewajiban dari pengikut Srila Prabhupada yang laki-laki adalah untuk melindungi pengikut Srila Prabhupada yang perempuan. Seorang pemimpin wanita yang menjadi penyembah dilindungi oleh suaminya dan “putra-putranya.”
Tataran kesejajaran
Karena itu dalam masyarakat rohani Tuhan dan untuk kepuasanNya, seorang perempuan dapat melakukan pelayanan apapun yang cocok baginya. Walaupun prinsip ini tampaknya lugas dan jelas, bagi beberapa orang ini dapat menjadi kontroversi yang besar. Mereka percaya bahwa kelahiran seorang wanita menghambat seorang perempuan melakukan pelayanan tertentu untuk Tuhan walaupun dia berkualifikasi untuk melakukannya. Kadang-kadang pemikiran seperti ini didasari oleh budaya. Sebagai contoh, secara tradisional di India para wanita tidak melakukan pelayanan arca tertentu di kuil-suatu standar yang dihormati oleh srila prabhupada di sana. Namun seringkali pemikiran seperti ini muncul dari egoisme kaum laki-laki, yang oleh Srila Prabhupada dinyatakan sebagai perangai yang selalu menginginkan kedudukan yang lebih tinggi (Srimad Bhagavatam 9.3.10, Penjelasan). Untuk bisa berperan secara sukses dalam suatu lingkungan yang sulit itu, seorang pemimpin spiritual wanita haruslah cerdik, terus-terang, sensitif, berhati lembut, berpikiran jernih, dan mantap dalam kesadaran Krishna, melihat dirinya sebagai pelayan dari semuanya. Her saving grace adalah sikap pelayanannya yang rendah hati secara alami, begitupula keramahannya dan sangat diperlukan dalam masyarakat perkumpulan yang dibangun oleh Srila Prabhupada.
Srila Prabhupada mendirikan ISKCON sehingga penyembah itu dapat memuaskan Tuhan Yang Maha Kuasa Sri Krishna dengan melayaniNya dengan penuh cinta bhakti. Tuhan dipuaskan oleh semua pelayanan yang dilakukan dengan tulus kepadaNya; dari satu sudut pandang tidak ada pelayanan yang lebih tinggi ataupun lebih rendah. Dan di mata Tuhan dan penyembahNya yang murni semua pelayan Tuhan adalah sejajar. Srila Prabhupada menjelaskan, karena itu dalam tataran bhakti, kesadaran Krishna, tidak ada pembedaan: ‘ini orang Amerika, ini orang India, ini orang ini dan ini orang itu.’ Tidak. Setiap orang sadar akan Krishna. Jadi jika kita sungguh-sungguh menginginkan kesetaraan, persaudaraan, maka kita harus sampai kepada kesadaran Krishna. Inilah tujuan gerakan kesadaran Krishna. Dan hal ini sungguh-sungguh menjadi suatu kenyataan. Para pemuda dan pemudi ini tidak lagi berpikir mereka adalah orang Amerika, Eropa, Kanada, orang Australia atau orang India. Mereka adalah setara. Jadi jika anda menginginkan kesetaraan, persaudaraan, persahabatan, cinta dan kesempurnaan, jawaban atas segala masalah – ekonomi, politik, sosial, keagamaan – maka datanglah kepada kesadaran Krishna. Datanglah sampai tataran ini. Maka semua ambisi anda akan tercapai, dan anda akan menjadi sempurna.” (Ceramah Bhagavad-Gita 13.4)
Marilah kita mendapat pencerahan dari sudut pandang Srila Prabhupada yang terungkap lewat percakapan berikut:
Srila Prabhupada: Pada tataran spiritual tidak ada pembedaan seperti – laki-laki, perempuan, hitam, putih, besar atau kecil. Tidak. Setiap orang adalah sang roh. Panditah sama-darsinah. Vidya-vinaya-sampanne brahmane gavi hastini suni caiva sva-pake ca panditah. Seseorang yang sungguh-sungguh terpelajar bersifat sama-darsinah. Dia tidak membeda-bedakan. Tetapi sejauh berhubungan dengan badan material kita, mesti ada pembedaan demi agar masyarakat tetap teratur.
Wanita: Jadi, wanita pun dapat menjadi pandita?
Srila Prabhupada: Oh, ya. Te ‘pi yanti param gatim. Tidak hanya menjadi – dia juga dapat mencapai kesempurnaan. Tidak ada pembatasan seperti itu. Sri Krishna bersabda.
Wanita: Apakah anda memiliki pandita dalam gerakan di negara Barat?
Srila Prabhupada: Ada begitu banyak wanita dari negara Barat, gadis-gadis, dalam perkumpulan kami.mereka berjapa, menari, kesadaran Krishna. Tentu saja, karena dari penampakan luar, secara badaniah, ada beberapa perbedaan, kami menjaga jarak antara wanita dengan laki-laki, itu saja. Sedangkan, hak-haknya adalah sama”. (18 Juni 1976, Toronto)
Untuk membantu mereka tetap mantap pada tujuan hidup – melaksanakan pelayanan bhakti yang murni dan tidak terganggu kepada Sri Krishna – laki-laki dan wanita seharusnya tidak berbaur (kecuali jika mereka menikah), tetapi mereka mempunyai hak yang sama. Apa hak yang paling penting? Hak untuk melayani Tuhan menurut kecenderungan mereka, menurut kehendak hati mereka. Pada akhirnya tugas kewajiban, dharma, dari wanita adalah dharma setiap makhluk hidup: menjadi pelayanan kekal Sri Krishna. Seorang wanita yang dengan tulus dan serius melayani Tuhan dalam kapasitas manapun yang dipilihnya hendaknya dihormati dan didukung. Dalam penjelasan Srimad-Bhagavatam 7.5.12, Srila Prabhupada menulis, “setiap orang hendaknya diijinkan untuk melaksanakan pelayanan kepada tuhan sebaik yang kemampuannya, dan semua orang hendaknya menghargai pelayanan orang lain. Demikianlah kegiatan vaikuntha [dunia spiritual]. Karena setiap orang adalah pelayan, setiap orang berada pada tataran yang sama dan diijinkan untuk melayani Tuhan menurut kemampuannya''.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar