Sabtu, 28 Mei 2011

malamnya Deva Siva


siva
yani kany atra lingani
sthavarani carani ca
tesu sankramate devas
tasyam ratrau yato harah
siva ratris tatah prokata
tena sa hari vallabhah
Dalam bentuk apapun bentuk Siva Lingam yang bisa ditemukan di bumi ini, pada hari keempatbelas di malam bulan mati pada bulan palguna ( January- Februari ), saat itu, deva Siva ( Hara), pemimimpin para deva, akan hadir ( masuk) di dalam lingam tersebut. Karena itu, hari siva ratri ini merupakan hari yang sangat dicintai oleh tuhan Sri Hari
( hari bhakti vilas, adhyaya 14 – sloka ke 200, kutipan dari skanda purana, bagian Nagara Khanda)
Kehidupan beragama adalah kehidupan yang dimaksudkan untuk mengatur tindakan, perkataan dan pemikiran ( kayika vacika manacika ca). di dalam kehidupan beragama khususnya bagi para pengikut Veda, pertapaan merupakan suatu yang sangat penting untuk melatih seseorang untuk mengendalikan ketiga hal tersebut diatas untuk membantu seseorang hidup disiplin sehinga mampu mengatur dirinya sendiri. Tanpa seseorang menjalani kedisiplinan di dalam hidup, maka meskipun seseorang berada di dalam badan sebagai manusya, seseorang tidak akan mampu mengangkat karakternya kedalam katagori sebagai manusya. Dengan demikian, meskipun berbadan manusya, namun jika tidak memiliki karakter manusya, maka saastra menyebutkan orang seperti itu sebagai “dvi-pada-pasu” atau binatang berkaki dua.
Mengembangkan karakter manusya bagi umat manusya merupakan hal yang sangat penting di dalam masyarakat. Dengan demikian, kesusatran veda sangat menekankan dan berkali kali mengingatkan umatnya untuk mengambil tindakan untuk mengembangkan karakter yang baik. Untuk mendidik umat secara umum dan pada saat yang sama umat akan menikmati activitas yang bertujuan untuk mengembangkan karakter yang baik di dalam diri mereka, kesusastraan veda menguraikan berbagai festival dan menganjurkan umat untuk mengikuti festival tersebut. Salah satu contoh dari festival tersebut adalah Siva ratri. Ada berbagai festival yang diuraikan di dalam kesusastran Veda yang di anjurkan untuk dirayakan seperti kemenangan dharma( dikenal Galungan di Bali atau dasara-vijaya dasami di India), nyepi, Janmastami, depavali dll. Semua festival ini dimaksudkan untuk membantu seseorang untuk mengembangkan kedisiplinan dan juga mengembangkan sikap kerja sama dengan sesama manusya di masyarakat.
Kenapa dengan merayakan festival, seseorang akan bisa mengembangkan karakter seseorang? Untuk mengerti uraian ini, pertama tama seseorang harus mengerti makna dan tujuan dari festival. Seperti misalnya hari Siva Ratri. Ada berbagai versi di dalam purana tentang hari Siva Ratri yang pada dasarnya memberi hikmah yang sama. apakah sebenarnya hari sivaratri tersebut? Di dalam satu versi, seperti yang di jelaskan seperti di dalam sloka pertama di atas bahwa deva Siva, pada hari keempat belas tepatnya di malam bulan mati, beliau memasuki setiap bentuk Linga yang ada di alam semesta ( khususnya di bumi) karena tepat di hari ini, beliau di kutuk oleh seorang resi supaya alat kelamin beliau jatuh ke bumi. Linga sebenarnya melambangkan alat kelamin dewa siva yang jatuh ke bumi untuk memberikan kesempatan kepada para pemujanya untuk berhubungan lebih dekat dengan beliau. Di dalam uraian lain juga di uraikan bahwa hari siva ratri ini adalah hari munculnya deva Siva dari amarah deva Brahma. Ketika beliau muncul dari amarah deva Brahma, tangisan beliau menggentarkan seluruh alam semesta karena itu beliau juga di kenal dengan nama Rudra (orang yang menangis). Yang tidak kalah penting, yang di kenal oleh banyak masyarakat Hindhu, hari ini merupakan hari dimana deva Siva melakukan meditasi untuk kesejahtraan alam semesta. Karena hari Siva ratri merupakan hari yang sangat special bagi deva Siva, siapapun yang melakukan tapa vrata di hari ini akan di anugrahi berkat sesuai dengan keinginan mereka oleh deva Siva. Pada saat yang sama, sambil mengadakan tapa vrata, hendaknya festival juga di laksanakan dengan meriah, seperti permainan drama yang berhubungan dengan kegiatan kegiatan tuhan yang diuraikan di dalam purana dan kesusastraan lainnya, mendengarkan wejangan wejangan suci dari kitab suci atau porang suci, tarian tarian dll.
Di hari Siva ratri ini, seseorang juga dianjurkan untuk mengikuti vrata berpuasa sepenuh hari, tidak tidur semalaman dan tdak berbicara hal hal yang diluar percakapan rohani ( atau istliahnya hindari ngerumpi). Dengan berpuasa sehari dan tidak tidur di malam hari ini, maka secara otomatis seseorang akan mendapatkan banyak waktu luang untuk melakukan kegiatan kegiatan spiritual dibandingkan dengan hari hari biasa. Hal yang sangt penting yang perlu digaris bawahi disini adalah monovrata. Monovrata hendaknya dimengerti bahwa seseorang mestinya tidak berbicara hal hal yang duniawi paling tidak pada hari ini, bukan tidak berbicara sama sekali. Sudah tentu, akan lebih baik untuk tidak berbicara sama sekali dari pada membicarakan hal hal yang non-sense di hari suci. Namun hal yang lebih mulia lagi adalah hindari pembicaraan duniawi dan mengacu pada pembicaraan rohani seperti mendiskusikan kitab suci dan kegiatan rohani tuhan yang maha esa sesuai dengan yang diuraikan di dalam sastra. Sudah tentunya tidak setiap orang diharapkan untuk mengikuti pertapaan yang sama, namun seseuai dengan keadaan fisik seseorang. Kalau berpuasa akan menyebabkan seseorang jatuh sakit dan lemah sehinga akhirnya tidak mampu melakukan kegiatan spiritual seperti bersembahyang dan ikut di dalam mendengarkan wacana suci, untuk orang seperti itu dianjurkan untuk tidak melakukan puasa karena kegiatan sembahyang dan mengikuti upacara lebih penting dari berpuasa. Di sini letak keluesan sastra terhadap umat pengikut sastra Veda.
Dengan mengikuti festival festival seperti ini, secara otomatis, kegiatan sseorang akan diatur oleh pihak yang lebih tingi khusunya oleh ketentuan sastra. Dengan demikian sseorang bisa melatih kedisiplinan di dalam dirinya masih masing. Selain itu, festival festival seperti ini juga dimaksudkan untuk seseorang mengenang kesalahan yang mereka telah lakukan dan akan berusaha untuk menghindari kesalahan atau kegiatan berdosa di masa yang akan datang. Festival juga dimaksudkan untuk seseorang belajar untuk bekerja sama dengan masyarakat secara umum untuk menjaga keserasian di dalam masyarakat.
Perayaan suatu festival tidak dimaksudkan untuk memuaskan indria indria individu tapi untuk memuaskan kepribadian tuhan yang maha esa. Sangat disayangkan sekali, banyak orang menyalahgunakan dan mengatas namakan hari suci untuk menikmati kepuasan indria yang tidak dianjurkan di dalam sastra. Karena seseorang mesti bergadang semalam suntuk, seseorang mengunakan kesempatan ini untuk berjudi, mabuk-mabukan, bermain keluar malam malam dengan pasangan dll. Hari suci dimaksudkan untuk menjalankan dharma bukan untuk menghancurkan pilar dharma. Di dalam kitab veda diuraikan bahwa ada empat pilar utama Dharma dan empat pilar utama Adharma.
tapah saucam daya satyam
iti pada krte krtah
dyutam panah striya sunah
yatra adharma catur vidhah
”Pertapaan, kebersihan( kesucian), cinta kasih, dan kejujuran merupakan sifat umum di jaman satya yuga ( dimana dharma masih berdiri kokoh). Berjudi, mabuk mabukan, berjinah dan pembunuhan ( termasuk pembunuhan binatang yang tidak diperlukan yang meskipun dengan atas nama yajna) merupakan empat pilar adharma.
Berdasarkan ajaran ini, karena perayaan suci merupakan perayaan yang menyimbulkan kejayaan Dharma, kalau seseorang melaksanakan kegiatan adharma, maka itu sama dengan menghina dan mencemari hari tersebut. Dengan demikian, seseorang mesti mengerti dan berusaha untuk menghindari perjudian, perjinahan (hubungan kelamin di luar nikah atau hubungan sex di dalam berbagai bentuk di luar nikah merupakan suatu perjinahan), mabuk mabukan dan pembunuhan ( termasuk pembunuhan terhadap binatang yang tidak diperlukan). Dengan menghindari keempat kegiatan berdosa tersebut, maka seseorang akan mampu membawa diri seseorang ke dalam kedudukan kebaikan sehinga seseorang akan lebih mudah untuk mengontrol diri. Tanpa seseorang mampu mengontrol diri,merupakan hal yang mustahil untuk menjadi orang yang disiplin.
Namas tu rudräya parvaté-pataye
” sembah sujud Lord Rudra, suami dari ibu parvaté”

KALISANTARANA UPANISAD

Harih Om. Tersebutlah pada akhir zaman dvapara, maha Resi Narada datang menghadap dewa Brahma dan bertanya, “Wahai Bhagavan, Guruku yang mulia, dengan berkeliling-keliling di dunia ini, bagaimanakah caranya agar hamba mampu melepaskan  diri dari pengaruh zaman kali?
Dewa Brahma selanjutnya menjawab. “Pertanyaanmu adalah pertanyaan yang sangat baik, apa-apa yang seluruhnya Sruti Sastra ( Rg Veda, yajur Veda, Sama Veda, Atharva Veda, dan lain-lain ) tersimpan secara rahasia dan rohani, dengarlah hal itu dengan baik, dengan nama engkau akan mampu menyeberangi kesengsaraan pada zaman Kali berupa kelahiran dan kematian berulang kali.
Hanya dengan mengucapkan Nama-nama suci Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa Yang Awal, Narayana, akan mampu menghancurkan pengaruh-pengaruh buruk zaman Kali”. Maha Resi Narada kembali bertanya sebagai berikut, “Nama suci manakah yang anda maksudkan itu?”. Selanjutnya dewa Brahma menjawab : (1) hare, (2). Rama, (3). Hare, (4). Rama, (5). Rama, (6). Rama, (7). Hare, (8). Hare, (9). Hare, (10). Krsna, (11). Hare, (12). Krsna, (13). Krsna, (14). Krsna, (15). Hare, (16). Hare. Keenam belas Nama-nama Suci tuhan Yang Maha Esa ini menghancurkan pengaruh-pengaruh buruk dalam zaman Kali. Sama sekali tidak ada cara lain yang lebih ampuh daripada ini yang dapat ditemukan di dalam seluruh literatur Veda.
Ini (keenem belas Nama-nama Suci Tuhan Yang Maha Esa) menghancurkan penutup dari sang atma (roh) berupa enam belas Kala. Kemudian barulah sang atma dapat menunjukkan sinar aslinya : Barulah Parambrahma bagaikan sang surya bersinar terang benderang dengan hilangnya sang awan. Kembali Maharesi Narada bertanya, “Guruku yang mulia, apakah aturan peraturan untuk mengucapkan Nama-nama Suci Tuhan Yang Maha Esa ini?” dewa Brahma menjawab. “Sama sekali tidak ada aturan peraturan (yang khusus) mengucapkan ke enam belas Nama-nama Suci Tuhan Yang Maha Esa ini. Setiap saat, apakah seseorang dalam keadaan suci atau tidak suci, dia dapat mengucapkannya. Dengan mengucapkan Nama-nama Suci Tuhan Yang Maha Esa ini, orang akan mampu mencapai Moksa atau pembebasan dari kelahiran dan kematian yang disebut :
Salokya : Dapat Tinggal dialam rohani yang sama dengan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa
Samipya : bisa tinggal di dekat Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa.
Sarupya : bisa mendapat bentuk yang sama dengan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa.
Sayujna : dapat bersatu dengan Brahma jyoti atau sinar dari Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa
Jika seseorang ber JAPA atau mengucapkan Nama-nama Suci tuhan Yang Maha Esa ini sebanyak tiga setengah koti (35.000.000), maka dia akan dibebaskan dari dosa-dosa akibat membunuh brahmana, dosa akibat membunuh perwira, dosa akibat mencuri emas. Dia juga akan dibebaskan dari dosa-dosa akibat dari kesalahan/penghinaan terhadap leluhur, para dewa, Tuhan dan kesalahan terhadap manusia atau orang lain. Dia akan di bebaskan dengan segera dari dosa-dosa akibat meninggalkan segala dhrma atau kewajiban-kewajiban suci yang telah di tetapkan. Dia akan mendapatkan kesucian segera di bebaskan, segera dibebaskan.
Demikianlah upanisad ini. Harih Om tat sat.Om sa ha navavatviti santih.
Demikian berakhirlah upanisad mulia penghancur-penghancur pengaruh-pengaruh buruk zaman Kali.
Penjelasan :
Nama upanisad ini adalah Kalisantarana Upanisad, artinya adalah ajaran-ajaran “rahasia” yang dimaksudkan khusus untuk melindungi  orang-orang dari pengaruh buruk zaman Kali. Ini termasuk dari bagian-bagian Upanisad-upanisad kelompok Krsna Yajur Veda atau yajur Veda Hitam
Kali, artinya pertengkaran, kekalutan, kesemrawutan. ‘Santarana”, artinya menyeberangkan. Kata Upanisad berasal dari kata Upa+ni+sad (duduk), berarti duduk berkeliling di dekat guru untuk mendengarkan ajaran-ajaran tentang keinsyafan diri. Upanisad juga mengandung pengertian Pengetahuan Rahasia. Rahasia dalam arti tidak sembarang orang yang mampu menerimanya dan tidak sembarang orang mempu melaksanakannya. Kali Santarana Upanisad berarti ajaran-ajaran rahasia yang khusus dimaksudkan untuk membantu membebaskan orang dari pertengkaran , kekalutan, kegelapan, kebodohan.
Ajaran-ajaran rahasia seperti itu berjumlah 108 buah, yang sudah kita terima secara turun temurun sejak zaman dahulu kala. Salah satu ajaran rahasia tersebut adalah Kali Santarana Upanisad, yang khusus di maksudkan untuk menunjukan jalan pembebasan pada seluruh mahluk pada zaman Kali.
Mantram atau doa-doa yang diajarkan di dalam kali santaranan upanisad adalah Maha Mantra : “hare rama hare rama rama rama hare hare hare krsna hare krsna krsna krsna krsna hare hare. Hare Krsna hare rama, pengucapan Maha Mantra ini akan mampu membangkitkan 9 jenis bhakti (Nava Bhakti), yang mudah-mudahan dalam kesempatan lain Tuhan akan mengijinkan saya untuk membahasnya.
Maksud khusus dari Upanisad ini adalah melindungi orang dari pengaruh buruk zaman Kali. Maka Rsi Narada bertanya kepada Dewa Brahma tentang bagaimana caranya membebaskan  diri dari cengkraman zaman Kali. Di sini beliau menggunakan istilah “mengembara di alam ini”. Rsi Narada adlah seorang Rsi yang telah mencapai kesempurnaan rohani dan mampu berkeliling seluruh alam semesta termasuk alam semesta rohani. Tetapi, “mengembara dalam alam” yang beliau maksudkan adalah penderitaan roh yang sebenarnya di dalam kelahiran dan kematian berulang kali.
Dewa Brahma menjawab bahwa pertanyaan seperti pertanyaan Rsi Narada itu adalah sangat baik. Kita dapat mengerti pernyataan dari kepribadian agung seperti Dewa Brahma bahwa pernyataan yang baik adalah pernyataan yang dimaksudkan untuk mencari jalan keluar dari penderitaan umat manusia yang sebenarnya yaitu kelahiran dan kematian berulang kali. Pertanyaan-pertanyaan selain ini kurang lebih tidak sebaik pertanyaan yang tidak berguna. Orang-orang suci sama sekali tidak tertarik pada pertanyaan-pertanyaan yang tidak menyelesaikan masalah yang sebenarnya.
Dewa Brahma juga mengatakan : “Sarva Sruti rahasyam gopyam tacchrnu yena kali samsaram tarisyasi”, bahwa ajaran-ajaran yang hendak Beliau sampaikan sebagai jawaban atas pertanyaan-pertanyaan Rsi Narada adalah ajaran-ajaran yang akan mampu menyeberangkan orang dari kesengsaraan zaman Kali, dan ajaran itu adalah ajaran yang sangat rahasia dan merupakan sari-sari dari ajaran Veda (sarva sruti rahasyam gopyam). Dewa Brahma juga mengatakan “tacchrnu”, ajaran seperti itulah yang hendaknya kita engarkan. Ajaran-ajaran yang ada di luar garis Veda, bagi orang-orang yang mencari kerohanian dengan tulus, tidak akan membantu dia dalam usaha mencapai tujuan.
Selanjutnya juga disebutkan bahwa hanya dengan mengucapkan nama-nama suci (namoccarana matrena) dari Narayana, Kepribadian agung yang paling utama, maka orang akan segera dibebaskan dari pengaruh buruk zaman Kali. Nama-nama itu adalah hare rama hare rama rama rama hare hare hare krsna hare krsna krsna krsna hare hare. Keenam belas nama-nam suci ini jika di ucapkan dengan keyakinan di bawah bimbingan seorang guru kerohanian, akan segera menyelamatkan orang dari pengeruh-pengaruh buruk zaman Kali. Dalam parampara atau garis perguruan Gaudiya Vaisnava, pengucapan mantra ini adalah hare krsna hare krsna krsna krsna hare hare hare rama hare rama rama rama hare hare, dan inilah yang lebih memasyarakat. (hare krsna hare krsna krsna krsna hare hare hare rama hare rama rama rama hare hare).
Sri Caitanya Mahaprabhu menyebutkan nam nam akari bahuda nija sarva saktih, bahwa nama-nama suci Tuhan telah berisi kekuatan penuh dari Tuhan sendiri. Tidak ada perbedaan antara Tuhan dengan nama Beliau (abhinatvam nama naminoh), dan juga Dewa Brahma mengatakan bahwa tidak ada aturan khusus untuk mengucapkannnya ( na asya vidhir iti). Jadi soal pengucapan tidak begitu berarti, apakah hare krsna yang diucapkan duluan atau hare rama. Dan setiap orang dapat mengucapkan Maha Mantra tersebut baik dalam keadaan suci atau tidak suci, orang berdosa atau tidak berdosa, jika ingin menyelamatkan diri dari pengaruh buruk zaman Kali, hendaknya selalu mengucapkan nama-nama suci Tuhan ini sarvada patam. Ini akan mengantarkan orang kepada pembebasan (salokya, samipya, dan lain-lainnya).
Jika orang ingin membebaskan diri dari dosa-dosa khusus yang amat berat seperti membunuh Brahmana, membunuh orang suci, membunuh pahlawan agung, mencuri emas, kesalahan terhadap leluhur, para dewa atau Tuhan, mereka hendaknya mengucapkan mantram ini sebanyak tiga puluh lima juta.
Terhadap jumlah ini ada yang mengatakan bahwa ia harus di ucapkan setiap hari selama hidup, sebagai bekal menuju pembebasan.
Mengucapkan maha mantra hare krsna ini, seperti disebutkan dewa brahma “Sadyah mucyate, sadyah mucyate, dia akan segera di bebaskan, dia akan segera di bebaskan”
Dia akan segera dibebaskan,, dia akan mendapat kesucian. Dalam zaman sekarang orang tidak begitu mengerti dengan kewajiban suci yang mesti dilakukan. Vaisya melakukan kewajiban Brahmana, Brahmana melakukan kewajiban Sudra, anak tidak berbhakti pada orang tua, orang tua tidak memberi pelajaran rohani pada anak, dan lain-lainnya. Terhadap kealpaan seperti ini, dengan mengucapkan maha mantra hhare krsna, orang akan segera di bebaskan.
Maha Mantra ini terdapat di dalam kitab Upanisad. Yaitu Kali Santarana Upanisad. Oleh karena itu, bagi mereka yang memiliki keyakinan teguh pada ajaran-ajaran Upanisad, Veda, serta menginginkan kedamaian bathin dan keinsyafan diri, tanpa ragu-ragu bahwa maha mantra hare krsna adalah jalan yang sangat mudah dan ampuh. Ajaran-ajaran Veda dan Upanisad bukanlah ajaran yang ditulis oleh orang yang iseng saja, namun merupakan ajaran suci, wahyu Tuhan, dan diabbadikan oleh para orang-orang suci yang sama sekali bebas dari tipu menipu, yang hidupnya hanya dipersembahkan untuk menyampaikan kebenaran sejati.
Semoga ajaran Upanisad tetap jaya, dan semoga orang-orang saleh beramai-ramai meminum amerta darinya.

VEDA BUKAN SEKEDAR DONGENG

Kemasyuran kitab suci Veda dan suplemen pendukungnya seperti Purana dan Itihasa tersebar di seluruh pelosok dunia. Hampir setiap ahli phylosofi mengakui bahwa kitab suci Veda sebagai karya sastra yang mempunyai nilai sastra yang sangat tinggi. Selain nilai sastra yang sangat tinggi, Veda juga mengandung ajaran ajaran yang mulia serta kekuatan rohani yang mampu menganugrahkan kekuatan spiritual kepada orang yang mempelajarinya berdasarkan garis perguruan yang dibenarkan. Seperti yang diuraikan di dalam Bhagavad Gita, evam parampara praptam, ajaran rohani ini hendaknya diterima melalui Parampara atau garis perguruan yang dibenarkan. Dengan meninjau keagungan kitab suci Veda ini, kita bisa menyimpulkan bahwa penulis atau penyusun kitab ini mesti bukan orang sembarangan. Bahkan jika seseorang menulis sebuah novel biasa, yang hanya terdiri dari ribuan lembar, orang tersebut sudah dianggap orang yang jenius di kalangan masyarakat umum sekarang ini, terus apa lagi menulis ribuan sloka yang diikat oleh berbagai aturan dan peraturan chanda seperti anustup dll yang tercantum di dalam kitab Veda, orang tersebut pasti mempunyai kecerdasan yang melampaui kecerdasan orang biasa.
Tentu saja, meyinggung tentang Veda serta Purana, khususnya kisah-kisah yang diuraikan di dalamnya, memang sangat sulit untuk kita cerna. Selain waktu kejadian yang diceritakan yang sangat lama sebelumnya, kisah-kisah tersebut juga menguraikan banyak hal yang kelihatannya dibuat-buat, seperti orang yang berkepala empat ( Deva Brahma ), senjata yang menggoncangkan seluruh alam semesta, bumi disembunyikan di bawah lautan dll. Semua hal ini sama sekali tidak masuk akal bagi pemikiran kita yang terbatas. Alasan pertama yang membuat seseorang meragukan kejadian ini adalah karena seseorang tidak pernah melihat ada orang yang berkepala empat, seseorang yang mampu mengangkat satu planet dengan tangannya dan kepribadian di bumi ini yang memiliki pengetahuan dan kekuatan untuk menciptakan alam semesta. Selain itu, menurut penelitian yang dilakukan secara modern, para ahli menyatakan bahwa berjuta-juta tahun yang silam, tidak ada kehidupan di bumi ini dan kehidupan baru dimulai sejak beberapa ribu tahun yang lalu. Semua pernyataan ini menyebabkan keraguan dan bahkan memberikan kesempatan kepada orang untuk menyatakan bahwa kisah-kisah yang diuraikan di dalam kitab Purana “hanya sekedar dongeng” yang digunakan untuk menyampaikan ajaran-ajaran kemanusiaan. Dengan demikian beberapa dari mereka menyimpulkan bahwa kitab Veda tidak bisa diakui kebenarannya secara mutlak”.
Hal yang sangat disayangkan lagi, bukan hanya para atheis atau dari agama lain yang berpendapat seperti itu, bahkan orang yang berkecimpung di dalam kehidupan rohani, yang menyatakan diri sebagai pengikut ajaran Veda sekalipun, karena kekurangan informasi yang jelas atau karena dibingungkan oleh pengaruh pengetahuan ilmuwan, berpendapat sama. Bukan bermaksud untuk mengecam pendapat mereka, tetapi sangat penting untuk mengerti dan mempertahankan kebenaran Veda yang merupakan kebenaran mutlak. Saya pernah membaca beberapa komentar di dalam Bhagavad Gita, dan beberapa wejangan Gita dimana mereka secara langsung menyatakan bahwa sebenarnya Pandawa dan Kaurawa itu tidak ada secara nyata tetapi hanyalah sekedar simbolik. Pandawa merupakan simbol dari lima indria dan Sri Krsna adalah indria keenam ( pikiran ) serta para Kaurawa merupakan musuh musuh di dalam diri kita yang bermunculan setiap saat. Kelihatanya sangat masuk akal, tetapi sebelum kita menerima pendapat seperti itu, kita mestinya berpikir lebih matang lagi.
Pertama-tama, kalau kita pikirkan, apakah para resi yang agung seperti Srila Narada Muni, Vyasa Deva, Sri Markandeya Rsi dan yang lebih dekat lagi, Sri Sankaracarya, Madhvacarya dll, sebagai orang yang memiliki kecerdasan yang melampaui orang biasa, akan berjuang keras untuk mempertahankan buku yang merupakan dongeng belaka?? Apakah orang secerdas Sri Vyasa, penyusun Veda beserta suplemen lainnya seperti Purana, Mahabharata dll, sudah tidak ada kerjaan sehinga menggunakan waktu mereka untuk menulis dan mendiskusikan dongeng seumur hidup mereka? Di dalam Maha Bhagavata Purana dinyatakan
tava katha-amritam tapta-jivanam
kavibhir iditam kalmasa-apaham
sravana-mangalam srimad atatam
bhuvi grinanti ye bhuri-da janah
“Oh Tuhan, Minuman kekekalan dari kata-kata Mu dan uraian dari kegiatanMu merupakan jiwa dan raga bagi mereka yang menderita di dunia material ini. Uraian-uraian tersebut diuraikan oleh orang-orang suci, menghancurkan segala reaksi dosa dan menganugrahkan kemujuran bagi mereka yang mendengarkannya. Kisah-kisah ini disebarkan di seluruh dunia dan penuh dengan kekuatan rohani. Sangat dipastikan bahwa mereka yang menyebarkan pengetahuan Ketuhanan ini adalah orang yang paling dermawan.
Dari uraian sloka ini, apakah sebuah dongeng akan mampu memberikan kekuatan rohani kepada para pembacanya dan menghancurkan reaksi dosa sang pembaca?? Logika dan contoh yang lebih konkrit lagi untuk mendukung bahwa kisah-kisah di dalam Purana bukan sekedar dongeng ialah sebagai berikut. Ada beberapa pawang ular yang masih ada di beberapa tempat di India. Dengan mengucapkan doa pujian yang memohon kehadiran Garuda, mereka mampu mengeluarkan racun dari gigitan ular yang sama sekali tidak bisa diobati oleh dokter di rumah sakit modern. Kami secara pribadi pernah melihat kejadian ini di daerah India Timur. Seorang teman saya yang saat ini tinggal di dekat Kalkuta, India bagian timur, digigit ular yang sangat berbisa sekitar 3 bulan lalu. Meskipun sudah dibawa ke beberapa dokter, namun tidak seorangpun mampu mengobati, tetapi ketika diajak ke seorang tabib yang hanya membaca mantra pujian, racun tersebut mengalir menuju ke luka bekas gigitan ular dan keluar dari dalam badannya. Setelah beberapa saat, teman saya ini terbebas dari racun ular tersebut. Dengan contoh ini, apakah sloka-sloka yang menguraikan suatu dongeng akan mempunyai kekuatan seperti itu? Kalau memang Garuda yang diuraikan di dalam Purana sebagai burung kendaraan Sri Visnu hanya sekedar dongeng, terus kenapa doa yang dipanjatkan untuk mengagungkan Garuda sangat ampuh untuk membebaskan seseorang dari racun ular. Dan di beberapa tempat di India Selatan, ada beberapa brahmana yang masih mampu mengucapkan mantra dengan tepat, dan dengan mengucapkan nama Garuda, mereka bisa mengusir ular ular di sekitar tempat mereka. Sudah tentunya, orang yang mengucapkan mantra tersebut harus berkualifikasi, yang telah dan masih menjalani aturan yang diuraikan di dalam sastra.
Lebih dari contoh di atas, orang mungkin masih meragukan hal ini karena berpendapat bahwa kita tidak melihat peninggalan-peninggalan dari jaman tersebut. Untuk menjawab argumen seperti tersebut, atas karunia yag maha kuasa, kita masih melihat beberapa tempat di daerah Bharata Bhumi yang masih ada sampai sekarang seperti Kuruksetra, Ayodya, Kasi dll. Di Kuruksetra, bahkan tempat dimana kakek Bhisma berbaring di atas anak panah masih ada dan ditandai dengan monumen yang kita bisa lihat sampai sekarang. Kemudian penjara dimana Sri Visnu ( Krisna ) muncul sebagai putra Vasudeva di Mathura, India bagian utara, masih ada sampai sekarang dan masih dikunjungi oleh ribuan peziarah setiap hari sejak ribuan tahun lalu. Sri Markandeya Rsi, yang diuraikan di dalam sastra pernah datang ke Bali dan membangun beberapa pura di sana dan sampai saat ini kita masih melihat pura-pura tersebut dan beberapa orang masih melihat keajaiban yang sering terjadi di pura-pura itu. Sampai hari ini, belum ada dongeng yang memperlihatkan keajaiban yang nyata seperti yang dialami oleh penduduk setempat di daerah pura-pura tersebut. Di Ayodya, tempat kelahiran Sri Ramcandra juga masih ada. Batu yang digunakan untuk mengikat Sri Krsna oleh Yasoda masih dipuja sampai sekarang di Vrndavana. Bekas-bekas istana Dvaraka, dimana para Dinasti Yadu tingal di kota yang terletak di atas lautan, ditemukan di dasar laut oleh beberapa peneliti. Di Bali, masih banyak peninggalan senjata-senjata yang sangat disakralkan yang mempunyai kekuatan gaib yang mampu menganugrahkan suatu kekuatan kepada seseorang untuk menyembuhkan dll. Dan masih banyak contoh peninggalan seperti itu di berbagai tempat khususnya di India.
Selain contoh yang diatas, kita juga bisa mengambil contoh yang sangat umum dikenal oleh masyarakat dunia. Ada sebuah batu besar yang terletak diatas sebuah bangunan kuil Deva Siva di Tanjur, India Selatan. Berdasarkan penelitian para ahli, ini merupakan suatu hal yang sangat mustahil untuk membawa dan menaruh batu sebesar itu di atas bangunan kuil dengan posisi seperti itu bahkan kalau mengunakan alat canggih sekalipun. Bagaimana cara untuk mengangkat batu tersebut masih misterius dan masih sangat sulit untuk dipercaya kalau ada orang yang bisa melakukan itu, tetapi kenyataannya, batu itu ada di sana. Silva sastra, kitab yang berkecimpung di dalam ilmu pembangunan dan patung, menjelaskan bahwa para pembangun yang telah menguasai ilmu pembangunan mampu membuat benda berat menjadi benda ringan dengan mengucapkan mantra. Dengan demikian, tidak hal yang sangat sulit untuk menaruh batu sebesar batu tersebut di atas.
Seseorang mungkin juga masih meragukan contoh yang masih berbau VEDA. Jadi contoh yang sangat sederhana dan sangat mudah dipahami oleh masyarakat umum adalah Piramida, salah satu dari keajaiban dunia, yang terletak di Ijib, Afrika Utara. Sampai saat ini tidak ada orang yang mampu memastikan bagaimana bangunan ini dibangun dan tidak ada orang yang mampu membangun bangunan yang seperti ini lagi. Karena saat ini kita tidak menemukan tukang yang bisa membangun bangunan seperti itu, maka kita dapat simpulkan bahwa tukang itu sebenarnya tidak ada. Dengan demikian ini hanya sekedar dongeng. Apakah benar ini hanya sekedar dongeng?Tentu saja tidak. Kalau manusia biasa mampu membangun bangunan yang ajaib seperti piramida ini, kenapa kita meragukan bangunan di surga yang diciptakan oleh Visvakarma, arsitek para deva, yang diuraikan di dalam Purana dan menyimpulkan itu semua hanya sekedar dongeng?
Jadi, karena kelihatannya suatu kejadian yang di luar pemikiran kita yang material ini, kita hendaknya jangan menyimpulkan bahwa kisah yang tercantum di dalam kitab Purana sebagai suatu khayalan atau dongeng. Di dalam kehidupan sehari-hari, kita melihat keagungan alam yang berada di luar jangkauan kita. Kalau kita tidak mampu menjangkau gerakan alam yang masih di depan kepala kita, bagaimana kita akan mampu menjangkau pencipta dari alam semesta tersebut dengan kemampuan kita? Indria yang tidak sempurna merupakan keterbatasan yang kita harus sadari dan terima. Untuk mengerti suatu hal yang lebih tinggi, kita mesti mendekati otoritas yang lebih tinggi. Veda dan semua suplemennya seperti Purana dan Itihasa merupakan sumber yang diberikan oleh otoritas yang lebih tinggi dan Veda menjelaskan bahwa kisah-kisah tersebut memang benar-benar terjadi. Seperti halnya seorang anak yang ingin tahu siapa ayahnya, dengan mengadakan penelitian berdasarkan ilmiah atau menebak orang yang kelihatan mirip, itu tidak akan pernah membuahkan hasil. Meskipun kalau membuahkan hasil, itu hanya akan makan waktu dan tenaga yang banyak. Tetapi kalau anak ini menerima kata-kata ibunya, yang secara pribadi mengetahui siapa yang memberikan benih pada kandungannya, maka itu merupakan otoritas tertingi. Sama halnya, kita yang berusaha untuk mengerti pergerakan alam beserta hukum dan isinya, kita harus mengacu pada otoritas yang lebih tinggi, yaitu sastra yang diberikan oleh mereka yang sudah mengalami atau melihat hal tersebut. Sastra Veda disebut dengan ”APAURUSEYA-SABDA” yang berarti Suara rohani yang tidak berasal dari orang biasa, tetapi oleh Tuhan sendiri melalui inkarnasiNya atau para utusanNya. Dengan demikian, tidak ada hal yang perlu diragukan lagi di dalam kitab suci Veda.

TAT TVAM ASI


Sastra Veda sebenarnya secara menyeluruh memberikan pengertian kepada kita tentang satu kebenaran yang mutlak yaitu kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Di dalam sastra Veda, kita akan menemukan apa yang disebut dengan mukhya vakya dan gauna vakhya. Mukhya vakya merupakan kalimat yang utama dari Veda sedangkan gauna vakya adalah kalimat kedua yang dipakai untuk menjelaskan mukhya vakya. Karena gauna vakya merupakan kalimat penjelas dari mukhya vakya, maka ketika kita berusaha mengerti tentang kalimat tersebut atau jika kita berusaha untuk memberikan komentar pada kalimat itu, hendaknya kita tidak menyimpang dari kalimat utama atau mukhya vakya. Kalimat utama dari Veda adalah ”Omkara” yang merupakan bentuk Tuhan di dalam aksara suci. Untuk menjelaskan OMKARA, kita akan menemukan banyak  kalimat di dalam Veda dimana satu dengan yang lainnya saling berhubungan. Salah satunya adalah ”tat tvam asi”. Karena kalimat tat tvam asi merupakan kalimat penjelas, maka kalimat ini seharusnya memberikan pengertian dan gambaran kepada kita mengenai ”OMKARA” dengan lebih jelas dan hendaknya tidak membingungkan. Misalnya, siapakah Omkara itu dan apa hubungan kita dengan Omkara tersebut. Jika kalimat tat tvam asi digali dengan lebih teliti dan mendalam, maka akan memberikan semua jawaban dari pertanyaan tersebut.  Sudah tentu untuk menggali kalimat ini, hendaknya kita tidak hanya berpatokan pada satu kalimat, tetapi kalimat tat tvam asi hendaknya dihubungkan dengan beberapa gauna vakya lainnya yang akan memberikan kita pengertian tentang OMKARA dengan lebih jelas.

Di dalam bahasa Sansekerta, kata ”tat” berasal dari suku kata ”tad” yang berarti ”itu” atau ”dia”. Kata ”tvam’ berasal dari suku kata ”yusmad” yang berarti ” kamu” dan ”asi” berasal dari urat kata ” as(a) ” yang berarti ”adalah”.  Jadi secara sederhana kata ”TAT TVAM ASI” bisa diartikan ” kamu adalah dia” atau ” dia adalah kamu”. Meskipun gauna vakya merupakan kalimat penjelas, namun karena sastra Veda disusun sedemikian rupa dimana sastra ini harus dipelajari melalui seorang guru yang berkualifikasi dan sudah menerima pengetahuan tersebut dari gurunya, maka kalimat penjelas inipun akan kelihatan tidak jelas kalau kita berusaha untuk menggalinya tanpa bimbingan seorang guru. Kalau kita pikirkan ” kamu adalah dia, dia adalah kamu, dan OMKARA, maka akan mucul pertanyaan di dalam benak kita, apakah hubungan dari semua ini?????”. Ini menjadi tanda tanya besar untuk kita. Namun ketika sastra Veda dipelajari melalui garis perguruan yang dibenarkan, maka atas karunia seorang guru kerohanian, semua permasalahan tersebut tidak akan menjadi permasalahan yang rumit lagi.
Di dalam Katha Upanisad dinyatakan,
nityo nityanam cetanas cetananam
eko bahunam yo vidadhati kaman
tam pitha-gam ye ‘nupasyanti dhiras
tesam santih sasvati netaresam
” Diantara kepribadian yang kekal dan yang berkesadaran, ada satu kepribadian yang menyediakan keperluan dari kepribadian-kepribadian yang lainnya. Orang bijaksana yang memuja kepribadian yang satu ini, yang bertempat tinggal di alamNya yang rohani akan mampu mencapai kedamaian sejati sedangkan yang lain, yang tidak memujaNya tidak akan mencapai kedamaian”
Dari sloka ini kita mendapat informasi bahwa ada dua jenis kepribadian. Yang satu adalah Nityah yang berarti kekal tunggal. Sedangkan yang lain adalah Nityanam yang berarti kekal jamak. Sama halnya cetanah yang berarti berkesadaran tunggal dan cetananam yang berarti berkesadaran jamak. Di dalam bahasa Sansekerta, kata yang sama, yang mengacu pada satu orang, akan mendapat akhiran berbeda dengan yang mengacu pada banyak orang. Ini disebut dengan  perbedaan vacanam. Kedua jenis kepribadian tersebut memiliki sifat yang sama yaitu kekal dan berkesadaran, tetapi perbedaannya adalah yang satu adalah tunggal dan memenuhi keperluan yang lain. Sedangkan yang satunya lagi adalah jamak atau terdiri dari banyak kepribadian, yang menerima dari yang tunggal. Kepribadian yang jamak ini mengacu pada semua makhluk hidup di alam semesta. Jadi dari sini kita menyimpulkan bahwa tat tvam asi berarti ”kamu ( semua makhluk hidup) dan dia (Tuhan) adalah sama”. Kata ”sama” di sini hendaknya tidak disalahartikan. Ini tidak berarti bahwa kita sepenuhnya sama dengan Tuhan, namun kita mempunyai sifat yang sama dengan Tuhan dalam jumlah yang kecil. Di dalam Srimad Bhagavad Gita, kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda:
mamaivamso jiva-loke
jiva-bhutah sanatanah
manah-sasthanindriyani
prakrti-sthani karsati
“ Para makhluk hidup di dunia material ini merupakan percikan terkecil dari diriku yang kekal. Disebabkan oleh keterikatan hidup, mereka berjuang keras untuk menghadapi 6 indria termasuk pikiran”.
Kata ”mama eva amsah” yang berarti percikan terkecilKu, mempunyai makna yang sangat penting. Seperti contoh, air yang diambil dari lautan dan dimasukan ke dalam gelas mempunyai sifat yang sama dengan seluruh air laut. Namun air yang di dalam gelas tidak akan mampu menghanyutkan desa, sedangkan ketika bencana sunami, air yang bersifat sama yang berada di lautan mampu menghancurkan berbagai tempat di berbagai negara. Meskipun air yang di dalam gelas sama dengan air laut, yaitu mempunyai rasa yang sama dan juga molekul yang sama, tetapi perbedaannya adalah jumlah dan kekuatan. Sama halnya, makhluk hidup yang merupakan percikan terkecil dari kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Sri Visnu, maka mereka mempunyai sifat yang sama dengan Tuhan yaitu sat, cid dan ananda ( kekal, penuh pengetahuan dan penuh kebahagiaan). Semua sifat ini dimiliki oleh para makhluk hidup dalam jumlah yang terbatas sedangkan Tuhan memiliki sifat tersebut dalam jumlah yang tidak terbatas. Perbedaan lainnya adalah sifat murni yang dimiliki oleh makhluk hidup sangat mudah diselubungi oleh khayalan sedangkan sifat Tuhan tidak pernah terselubungi. Dengan demikian, meskipun makhluk hidup penuh kebahagiaan, namun karena diselubungi oleh khayalan, makhluk hidup di dunia material ini berjuang keras untuk mencapai kebahagiaan dengan berbagai cara.
Jadi ini adalah salah satu pengertian dari kata TAT TVAM ASI, yang secara sederhana bisa diringkas sebagai berikut ”kamu para makhluk hidup mempunyai sifat yang sama dengan Dia (Tuhan). Jadi hubungan antara OMKARA dengan kalimat ”tat tvam asi” menjadi sangat jelas yaitu kalimat ini memberikan contoh bahwa Omkara itu adalah sama dengan makhluk hidup kalau dipandang dari kualitas sifat, namun berbeda dari segi kwantitas. Karena makhluk hidup mempunyai kesamaan dengan Tuhan, maka dengan menginsyafi dirinya melalui proses Yoga, seseorang akan mendapat contoh dan pengertian tentang Tuhan. Seperti halnya dengan mengerti unsur yang menyusun setetes air laut, kita sudah bisa dianggap mengerti seluruh air di lautan tetapi di dalam jumlah yang berbeda. Dengan mempelajari setetes air laut kita akan bisa membayangkan unsur yang sama yang ada di dalam lautan, namun memiliki kekuatan dan jumlah yang jauh lebih besar.
Uraian di atas merupakan pengertian pertama yang bisa diambil dari arti kata TAT TVAM ASI. Untuk mengerti sedikit lebih lanjut  tentang pengertian kata ini, kita akan mengacu kepada sebuah komentar dari seorang acarya ( guru besar) pengajar Veda yang telah memperjuangkan dan mempertahankan Veda. Beliau mengajarkan Veda ke seluruh pelosok India pada jaman perkembangan paham kekosongan dari filsafat Budha di daerah India. Beliau adalah Sripad Ramanujacarya, seorang acarya yang hidup sekitar sembilan ratus tahun yang lalu. Berdasarkan Sripad Ramanujacarya, kata ”tat tvam asi” dapat diartikan sebagai berikut:  ”tasya tvam asi”. Tasya berarti milik dia, jadi tasya tvam asi artinya ”kamu adalah milik Dia”.  Bagaimana cara menganalisa pengertian ini, kita akan bahas sedikit berdasarkan tata bahasa Sansekerta sebagai berikut: Di dalam bahasa Sansekerta, ada istilah yang disebut dengan ”samasa” yaitu gabungan kata yang membentuk kalimat baru dan arti yang sama. Ketika beberapa kata di dalam kalimat digabungkan, maka masing-masing kata tersebut kembali ke suku kata dasarnya dan kata terakhir mengambil bentuk sesuai dengan peranan di dalam kalimat, apakah sebagai subjek, predikat atau objek. Di dalam kata TAT TVAM ASI, kata ’tat- tvam’ bisa dianggap sebagai suatu gabungan  kata di dalam sebuah kalimat. Kalimat ini berasal dari kalimat ”tasya tvam”, kemudian ketika digabungkan, kata ”tasya” kembali ke kata dasarnya, yaitu ”tad”. Maka akan menjadi ”tad – tvam”. Kemudian berdasarkan aturan sandi, hurup ”d” yang diikuti oleh huruf ”t” akan berubah menjadi ”t”, maka kita menemukan kata ”tat tvam”. Untuk membentuk sebuah kalimat, maka kata-kata yang digabungkan harus memiliki kata kerja. Dengan demikian kata kerja ”as(a)” yang berarti ”adalah”  ditambahkan di dalam kalimat tersebut. Karena tvam ( kamu ) adalah orang kedua tunggal, maka kata kerja ”as(a)”, berdasarkan aturan tata bahasa Sansekerta akan berubah menjadi ”asi”. Dengan demikian kita mendapatkan kata ”TAT TVAM ASI” yang artinya kamu adalah milikNya.  Kalimat ”Kamu adalah milikNya” berarti, semua makhluk hidup merupakan milik kepribadian Tuhan Yang Maha Esa karena Tuhan adalah sumber segala sesuatu, dan segala seuatu berada di bawah kendali Beliau. Pernyataan ini juga ditemukan di dalam Bhagavad Gita sebagai berikut,
aham sarvasya prabhavo
mattah sarvam pravartate
iti matva bhajante mam
budha bhava-samanvitah
“Aku adalah sumber dari segala sesuatu baik alam material maupun alam rohani. Segala sesuatu berasal dari diriKu. Orang bijaksana yang mengetahui ini secara sempurna menekuni pengabdian suci bhakti dan menyembahKu dengan sepenuh hatinya”
Dengan demikian, ini merupakan tugas dari semua makhluk hidup, khususnya umat manusia untuk mengabdikan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Singkat kata, arti kedua yang bisa diambil dari kata tat tvam asi adalah sebagai berikut, kita semua sebagai makhluk hidup merupakan milik Tuhan yang berkewajiban untuk menyembah Beliau. Jadi hubungan kalimat tat tvam asi dengan omkara sangat erat sekali.
Pengertian yang lain dari kalimat tat tvam asi adalah berhubungan dengan ”JIVA”, yang nantinya akan menghubungkan kita dengan hukum karma phala. ”Kamu adalah dia” dan ”dia adalah kamu” bisa juga diartikan bahwa kita, para jiva, yang merupakan percikan terkecil dari Tuhan, atau dengan kata lain sebagai anak anak Tuhan, mempunyai  sifat dan hak yang sama antara yang satu dengan yang lain. Karena itu, ketika kita melakukan suatu karma atau aktivitas, itu akan selalu berhubungan dengan makhluk lain. Contohnya adalah ketika kita melakukan kegiatan yang saleh terhadap orang lain, seperti memberi sedekah. Karena dia adalah kamu dan kamu adalah dia, dengan demikian, sekarang dia (salah satu roh) menerima sedekah dari kamu (yang juga merupakan sang roh), maka suatu hari dia mesti dan pasti akan memberi sedekah kepadamu. Itu merupakan hukum alam. Sama halnya sekarang kamu membunuh dia di dalam bentuk seekor binatang, karena sang roh diuraikan berpindah dari badan yang satu ke badan yang lain setelah meninggal di dalam proses reinkarnasi, ”dehino smin yatha dehe kaumaram yauvanam jara” , maka suatu hari nanti waktu akan mengatur dimana dia akan mendapat badan manusia dan kamu mendapat badan binatang. Saat itu, giliran dia yang akan membunuh kamu. Ini merupakan suatu keadilan Tuhan di dalam bentuk hukum alam. Dengan demikian, ajaran tat tvam asi juga bisa diambil dari segi sosial seperti contoh diatas. Karena dia adalah kamu dan kamu adalah dia, maka kita harus berusaha memperlakukan setiap jiva dengan baik seperti kita memperlakukan diri kita sendiri. Kalimat tat tvam asi  dalam arti ini sangat berhubungan erat dengan istilah Tri Hita Karana, yaitu bagaimana seharusnya kita, sebagai makhluk sosial, berhubungan dengan lingkungan di sekitar kita yaitu alam beserta isinya dan menyadari bahwa semuanya adalah ciptaan Tuhan. Karena itu kita semestinya memelihara ciptaan  Tuhan seperti kita memelihara diri kita sendiri.
Kalau kita kupas dengan teliti di bawah bimbingan seorang guru kerohanian yang sejati, yang telah menerima ajaran yang sama dari gurunya, Veda akan memberikan kita pengetahuan yang tidak terbatas dan sangat mulia, yang akan menggiring kita untuk hidup sebagai masyarakat yang beradab. Tat tvam asi hanya salah satu dari ajaran kitab Veda dan pengertian ini hanya beberapa pengertian yang sanggup kami ulas. Masih banyak lagi ajaran mulia yang tersimpan dalam sebuah kalimat tat twam asi,  yang masih perlu untuk digali dan disebarluaskan kepada masyarakat umum di muka bumi ini, sehingga kita semua mendapatkan manfaat dari ajaran tersebut. Tentu saja untuk menggali arti kalimat di dalam sastra, hendaknya kita tidak menyimpang dari ajaran utama sastra tersebut. Apabila sebuah kalimat yang sangat sederhana dari kitab suci Veda mempunyai makna yang sangat luas, maka dapat dibayangkan jika kita bekerja sama dan saling mendukung untuk menggali dan menerapkan ajaran tersebut, tidak dapat diragukan lagi kemakmuran akan menanti di seluruh muka bumi ini.

SRI DAMODARA



(Dari Padma Purana karya Krsna Dvaipäyana Vyäsa,
disabdakan oleh Satyavrata Muni dalam percakapan
dengan Närada Muni dan Çaunaka Rsi)
“Selama bulan Kärtika orang hendaknya memuja Sri Dämodara dan setiap hari membacakan doa Dämodarastaka, yang diucapkan oleh Resi Satyavrata, doa yang memikat hati Sri Dämodara.” -(Sri Hari-bhakti-viläsa 2.16.198)
(1)
namäméçvaraà sac-cid-änanda-rüpaà
lasat-kuëòalaà gokule bhräjamanam
yaçodä-bhiyolükhaläd dhävamänaà
parämåñöam atyantato drutya gopyä
Kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang bentuk-Nya merupakan perwujudan kehidupan kekal, pengetahuan, dan kebahagiaan. Anting-anting-Nya yang berbentuk seperti ikan hiu bergoyang-goyang. Dia bercahaya dengan indah di alam rohani Gokula. Dia berlari cepat dari lumpang kayu karena takut kepada Ibu Yaçodä, sebab Dia bersalah memecahkan tempayan berisi susu asam yang sedang dikocok menjadi mentega lalu mencuri mentega yang digantung berayun. Namun Dia ditangkap dari belakang oleh Ibu Yaçodä yang mengejar-Nya dengan lebih cepat. Kepada Tuhan Yang Maha Esa itu, Sri Dämodara, aku menyampaikan sembah sujudku.
(2)
rudantaà muhur netra-yugmaà måjantam
karämbhoja-yugmena sätaìka-netram
muhuù çväsa-kampa-trirekhäìka-kaëöha-
sthita-graivaà dämodaraà bhakti-baddham
[Ketika Dia melihat ibu-Nya memegang tongkat rotan,] Dia menangis sambil mengusap matanya berulangkali dengan kedua tangan padma-Nya. Mata-Nya penuh rasa takut, dan kalung mutiara di leher-Nya-yang berisi tanda tiga garis seperti kerang sangka, bergetar disebabkan oleh napas-Nya yang cepat karena Dia menangis. Kepada Tuhan Yang Maha Esa ini, Sri Dämodara, yang pinggang-Nya diikat bukan dengan tali, melainkan dengan cinta-suci ibu-Nya, aku menyampaikan sembah sujudku.
(3)
itédåk sva-léläbhir änanda-kuëòe
sva-ghoñaà nimajjantam äkhyäpayantam
tadéyeñita-jïeñu bhaktair jitatvaà
punaù prematas taà çatävåtti vande
Dengan lila masa kanak-kanak ini Dia membuat penduduk Gokula tenggelam dalam kolam-kolam kebahagiaan rohani, dan Dia memperlihatkan kepada para penyembah-Nya yang khusuk dalam pengetahuan tentang kemahakuasaan dan kemewahan-Nya bahwa Dia hanya ditaklukkan oleh para penyembah yang cinta-sucinya penuh keintiman dan bebas dari segala paham sikap kagum dan hormat. Kembali aku bersujud kepada Sri Dämodara dengan cinta yang besar beratus-ratus kali.
(4)
varaà deva mokñaà na mokñävadhià vä
na canyaà våëe ‘haà vareñäd apéha
idaà te vapur nätha gopäla-bälaà
sadä me manasy ävirästäà kim anyaiù
O Tuhan, walau Engkau mampu memberi segala jenis berkat, aku berdoa kepada-Mu bukan untuk memeroleh pembebasan yang impersonal, atau pembebasan tertinggi berupa kehidupan kekal di Vaikuëöha, ataupun berkat lainnya [yang barangkali diperoleh dengan melaksanakan sembilan proses bhakti]. O Tuhan, aku hanya ingin agar wujud-Mu sebagai Bäla Gopäla di Våndävana ini terwujud di hatiku selamanya, sebab apa gunanya berkat lain selain ini bagiku?
(5)
idaà te mukhämbhojam atyanta-nélair
våtaà kuntalaiù snigdha-raktaiç ca gopyä
muhuç cumbitaà bimba-raktädharaà me
manasy ävirästäm alaà lakña-läbhaiù
O Tuhan, wajah padma-Mu yang dilingkari oleh rambut halus berwarna hitam kemerah-merahan, diciumi berkali-kali oleh Ibu Yaçodä, dan bibir-Mu berwarna kemerah-merahan laksana buah bimba. Semoga bayangan wajah padma-Mu ini terwujud di hatiku selamanya. Ribuan berkat lainnya tiada berguna bagiku.
(6)
namo deva dämodaränanta viñëo
praséda prabho duùkha-jäläbdhi-magnam
kåpä-dåñöi-våñöyäti-dénaà batänu
gåhäëeña mäm ajïam edhy akñi-dåçyaù
O Tuhan Yang Maha Esa, aku bersujud kepada-Mu. O Dämodara! O Ananta! O Viñëu! O Tuan! O Tuhan-ku, semoga Engkau puas terhadap diriku. Dengan mengarahkan lirikan-Mu kepadaku, selamatkanlah insan bodoh yang malang ini yang tenggelam dalam lautan duka cita duniawi, dan perlihatkanlah Diri-Mu di hadapan mataku.
(7)
kuverätmajau baddha-mürtyaiva yadvat
tvayä mocitau bhakti-bhäjau kåtau ca
tathä prema-bhaktià svakäà me prayaccha
na mokñe graho me ‘sti dämodareha
O Çré Dämodara, seperti halnya dalam wujud-Mu sebagai bayi yang diikat pada lumpang kayu Engkau membebaskan dua putra Kuvera—Manigréva dan Nalaküvara—dari kutukan Närada dan menjadikan mereka penyembah-penyembah agung, dengan cara yang sama, mohon beri aku prema-bhakti-Mu Sendiri. Aku hanya menginginkan hal ini. Aku tidak menginginkan jenis pembebasan mana pun.
(8)
namas te ‘stu dämne sphurad-dépti-dhämne
tvadéyodaräyätha viçvasya dhämne
namo rädhikäyai tvadéya-priyäyai
namo ‘nanta-léläya deväya tubhyam
O Çré Dämodara, pertama-tama aku bersujud kepada tali cemerlang yang mengikat perut-Mu. Lalu aku bersujud kepada perut-Mu, yang merupakan tempat bersandar seluruh alam semesta. Aku bersujud dengan rendah hati kepada kekasih-Mu tercinta, Çrématé Rädhäräëé, dan aku bersujud kepada-Mu, Tuhan Yang Maha Esa, yang memperlihatkan lila yang tiada berhingga.
Keagungan Bulan Damodara
Bulan Damodara adalah bulan yang sangat bertuah bagi para penyembah Krishna. Biasanya bulan ini jatuh antara bulan Oktober dan Nopember. Selama bulan ini para penyembah Krishna melakukan pemujaan kepada Tuhan Sri Krishna dalam wujud Krishna sebagai anak-anak yang dikenal dengan nama Damodara, yakni Krishna yang perut-Nya diikat oleh seutas tali pada sebuah lumpang kayu.
Para penyembah Krishna mempersembahkan lampu api ghee setiap hari sambil mendengarkan manisnya lila Krishna sebagai anak yang nakal, saat Krishna diikat oleh ibu Yasoda karena telah mencuri mentega. Makna penting lila Krishna ini adalah bahwa Tuhan mencuri hati para penyembah-Nya dan hanya para penyembah-Nya yang dapat mengikat Tuhan di hati mereka.
Jadi, pada bulan Damodara ini para penyembah Krishna memusatkan pikiran pada permainan indah yang diperlihatkan oleh Tuhan Yang Maha Esa bersama ibu-Nya yang tercinta, Yasoda. Yasoda adalah rekan Tuhan yang sangat dekat, sebagai ibu Krishna, dan cinta kasihnya kepada Krishna dimuliakan selamanya.
Pada bulan ini, orang yang setiap hari memuja Sri Damodara dan menyanyikan doa yang bernama Sri Damodarastaka, dapat memikat hati Sri Damodara.
Manfaat:
Ketika seseorang mempersembahkan lampu api selama bukan Kartika (bulan Damodara), dosa-dosanya selama ribuan dan jutaan kelahiran hancur dalam setengah kejap mata.
Seseorang yang mempersembahkan lampu api kepada Sri Damodara selama bulan Kartika telah melaksanakan semua yajnya dan telah mandi di seluruh sungai suci.
Bagi orang yang mempersembahkan lampu api kepada Sri Damodara selama bulan Kartika, baik di rumah maupun di kuil, akan mencapai pahala tertinggi.
Sri Damodara memuliakan siapa pun yang mempersembahkan lampu api atas nama orang lain. Selama bulan Kartika, mereka yang dengan penuh cinta kasih mendengarkan lila Sri Damodara, mencapai pahala yang sama dengan menyumbangkan ratusan sapi.
Seseorang yang dengan penuh semangat mendengarkan kisah-kisah tentang Sri Damodara selama bulan Kartika menyelamatkan ratusan generasi keluarganya.

PURANA

Purana juga dikenal dengan nama “pancama Veda” yaitu Veda kelima karena kitab ini memberikan penjelasan ajaran veda di dalam bentuk cerita yang sangat mudah dipahami oleh masyarakat umum khususnya di jaman Kali yuga ini. Di dalam bahasa sansekerta, kata purana berarti “tua atau kuno”. Dalam hal ini kata purana berarti kitab yang menguraikan suatu kejadian di masa lampau yang disajikan di dalam bentuk cerita da ajaran ajran mulia kemanusyaan. Jika ditinjau dari pengertian puitis, kata purana juga bisa diambil dari kata ”purä –nawa” ( kuno-baru ). Denga kata lain purana adalah suatu kitab yang menguraikan suatu kejadian yang telah terjadi dimasa lampau di dalam bentuk cerita yang berisi ajaran ajaran yang sesuai dengan ajaran Veda ysng selalu baru dan bersifat segar serta tidak pernah membosankan. Selalu segar dan tidak pernah membosankan maksudnya adalah meskipun jika cerita ini didengarkan atau diceritakan berulang kali, namu kisah kisah di dalam purana selalu akan menarik karena didalam kisah tersebut terklandung nilai rohani yang sangat kuat dan memberikan kepuasan kepada sang roh yang bersemayam di dalam badan.
Secara umum, ketika seseorang membaca atau mendengarkan sebuah novel material atau menulis novel material, facta telah membuktikan bahwa novel tersebut suatu hari akan membosankan si pembaca sehinga pada akhirnya hilang tanpa jejak. Maksimal novel novel sperti itu akan tenar atau tersedia di pasaran selama 100 tahun atau mungkin sedikit lebih dan setelah itu tidak akan laku lagi alias kadaluwarsa. Tetapi purana, meskipun sudah dibacakan dan di dengar oleh orang orang sejak beribu ribu tahun silam, namun kisah di dalam purana tidak pernah membosankan para pembaca yang serius untuk mempelajari Purana. Mereka yang dengan serius untuk mempelajari purana dibawah bimbingan yang benar akan selalu mendapat keinsapan baru yang dikupas dari kalimat kalimat di dalam purana. Keinsapan baru bukan berarti menemukan teory baru seperti para ilmuwan modern tetapi suatu hal yang sebenarnya sudah ada namun belum pernah dirasakan atau dipahami oleh si pembaca. Hal ini disebabkan oleh kekuatan rohani sang penulis. Selain itu, hal yang paling utama yang menyebabkan purana tidak pernah kadaluwarsa adalah karena cerita ini mengandung kegiatan tuhan yang maha kuasa yang selalu bersifat segar dan baru. Meskipun yang maha kuasa merupakan kepribadian tertua atau orang pertama yang ada di alam semesta namun beliau selalu segar. Di dalam kitab Brahma samhita diuraikan “advaitam acyutam anädim ananta-rüpam ädyam puräna-purusam nava-yauvanam ca.” “Beliau adalah tiada duanya, tidak pernah gagal, tanpa awal, yang memiliki bentuk yang tak terhinga, awal dari segala sesuatu dan Meskipun beliau adalah kepribadian tertua ( purana purusa) namun beliau selalu segar dan kelihatan muda ( nava yauvanam ). “
Berdasarkan beberapa sumber termasuk kamus ‘amara kosa’, secara umum purana menguraikan 10 pokok bahasan namun ada beberapa purana yang hanya menguraikan 5 dari sepuluh pokok bahasan tersebut. Menurut Matsya Purana bab 53 ayat 65, suatu kitab bisa disebut sebagai purana jika kitab tersbut menguraikan paling tidak lima pokok bahasan sebagai berikut :
sargas ca pratisargas ca
vamso manvantaräni ca
vamsyänucaritam caiva
puränam panca-laksanam
“ lima poko bahasan yang memenuhi syarat sebagai purana adalah :
1) proses ciptaan ( sargah )
2) peleburan ( pratisargah )
3) silsilahketurunan raja raja yang mulia (vamsah )
4) masa pemerintahan para manu (manvantara )
5) kegiatan para raja yang agung ( vamsya anucarita )
Ketika kitab menguraikan kelima pokok bahasan, maka kitab tersebut bisa dimasukan kedalam katagory upa-purana. Jika sebuah purana mengandung lebih dari lima pokok bahasan ini, yaitu sepuluh pokok bahasan maka purana tersebut digolongkan kedalam golongan maha-purana. Sepuluh pokok bahasan purana diuraikan didalam Srimad Bhagavata Purana skanda dua belas bab tujuh sloka number sembilan dan sepuluh sebagai berikut:
sargo ‘syätha visargas ca
vrtti-raksantaräni ca
vamso vamsänucaritam
samsthä hetur apäsrayah
dasabhir laksanair yuktam
puränam tad-vido viduh
kecit panca-vidham brahman
mahad-alpa-vyavasthayä
“ Oh Brahmana, para otoritas dalam sastra mengerti bahwa purana mengandung sepuluh pokok bahasan. Beberapa ahli menguraikan bahwa maha purana menguraikan sepuluh sedangkan yang menguraikan kurang dari sepuluh di sebut alpa-purana atau upa-purana. Sepuluh pokok bahasan yang disebutkan didalam sloka diatas adalah sebagai berikut:
1) Proses ciptaan alam semesta ( sargah )
Proses ciptaan ini maksudnya adalah proses ciptaan yang diciptakan oleh tuhan yang maha esa Sri Visnu atau Narayana. Pada awalnya yang ada hanya Kepribadian tuhan yang maha esa, Sri Visnu. Kemudian beliau menciptakan unsur dari alam semesta material. Saat ini yang tercipta adalah bahan bahan dari alam semesta yaitu mahat tatva termasuk panca maha bhuta.
2) proses ciptaan kedua ( visarga )
Proses ciptaan kedua yang dimaksud disini adalah ciptaan yang dilakukan oleh Deva Brahma. Pertama tama tuhan yang maha esa Sri visnu menciptakan unsur dasar dari alam semesta ( sarga ). Beliau juga menciptakan deva brahma yang lahir dari bungan padma yang keluar dari pusar padma beliau. Karena itu Sri Visnu juga dikenal dengan nama “Padma nabha”. Kemudian deva brahma yang dikenal sebagai Vidhi ( hyang Vidhi) yang artinya makhluk hidup pertama yang diciptakan oleh yang maha kuasa, mulai merancang unsur unsur tersebut kedalam berbagai bentuk dibawah bimbingan yang maha kuasa, Sri Narayana. Seperti halnya bahan bangunan sudah disediakan oleh alam namun para arsitek mengolah bahan tesebut menjadi bentuk sebuah rumah dan sebagainya. Seperti itu pula deva brahma menciptakan alam semesta dari bahan bahan yang sudah disediakan oleh tuhan. Proses ciptaan kedua yang dilakukan oleh deva brahma yang di sini disebut Visarga.
3) Pemeliharaan dan perlindungan alam semesta beserta isinya ( Vrtti )
Setelah alam semesta diciptakan kedua kalinya atau dengan kata lain setelah alam semesta ditancang sedemikiaan rupa oleh deva brahma, maka alam semesta tersebut perlu dipelihara. Didalam kehidupan sehari hari kita mengalami bahwa untuk memelihara sesuatu adalah hal yang paling sulit. Untuk membuat dan menghancurkan adalah hal yang tidak begitu sulit tetapi untuk memelihara memerlukan keahlian dan kesabaran. Hanya tuhan yang mampu untuk memelihara, karena itu beliau mengexpansikan diri beliau sebagai Ksirodakasayi Visnu ( paratmatma ) dan memelihara semua makhluk hidup. Kepribadian tuhan dalam bentuk ini dikenal dengan nama Sri Visnu di dalam Tri Murti. Di dalam Upanisad, ada sebuah sloka yag sangat umum yang menguraikan pemeliharaan yang dilakukan oleh tuhan kepada para makhluk hidup. “ nityo nityanam cetanas cetananam eko bahunam vyadadati kaman” beliau seorang yang memenuhi keperluan dari semua makhluk hidup di dalam berbagai bentuk. Diulas dari kata narayana sendiri, kata tersebut bisa diartikan sebagai berikut, “narasya ayanam pravrttih yasmat sah iti narayanah” “Narayana adalah beliau yang merupakan tempat perlindungan ( ayana) bagi para makhluk hidup atau beliau yang merupakan sumber dari makhluk hidup.
4) Perlindungan ( posana )
Posana dengan Vrtti mempunyai kemiripan yaitu sama sama memelihara dan melindungi. Tetapi didalam hal ini, proses perlindungan yang diuraikan di dalam purana maksudya adalah perlindungan yang diberikan oleh tuhan kepada para penyembahnya yang murni. Sedangkan Vrtti merupakan perlindungan secara umum kepada setiap makhluk hidup seperti yang diuraikan di atas. Seperti misalnya Prahlada yang dilindungi oleh Sri Narasimha dari cengkraman raksasa Hiranyakasipu. Uraian ini disebut Posana di dalam purana. Kenapa perlindungan kepada penyembah murni dipisahkan dengan perlindungan secara umum karena penyembah murni memiliki peran yang sangat penting di dalam kemunculan tuhan ke bumi ini sebagai avatara. Tujuan tuhan beravatar bukan hanya untuk menegakkan dharma dan menghancurkan adharma tetapi hal yang lebih penting dari itu semua adalah untuk memuaskan keinginan penyembah beliau yang tulus dan murni.
5) Penyebab kehidupan yang berupa keinginan material ( hetu )
Para makhluk hidup ( sang roh ) berkeliling dari satu badan yang satu ke badan yang lain di sebabkan oleh keinginan mereka yang material untuk menikmati di dunia mateial ini. Namun sangat disayangkan sekali bahwa dunia material ini bukanlah tempat untuk kenikmatan yang sejati bagi sang roh. Seperti halnya ikan tidak akan bisa menikmati kemewahan daratan sama halnya sang roh tidak akan bisa menikmati kemewahan hidup di dunia material karena kedudukan dasar dari sang roh adalah sebagai percikan terkecil tuhan yang maha esa seperti uraian bhagavad gita“ mama eva amsah jiva loke jiva bhuta sanatanah.” Karena itu untuk mencapai kenikmatan sejati, sang roh harus kembali pulang ke alam tuhan. Dengan kata lain, mereka harus mencapai moksa. Jadi hetu ( penyebab) mempunyai peranan yang sangat penting di dalam kehidupan semua makhluk hidup yang sangat berhubungan erat dengan hukum karma phala.
6) Masa pemerintahan Manu ( manvantara/antarani)
Di dalam satu kalpa ( satu hari bagi deva brahma) diuraikan terjadi pergantian manu sebanyak 14 kali. Satu hari bagi brahma diuraikan di dalam bhagavad gita sebagai berikut,
sahasra-yuga-paryantam
ahar yad brahmano viduh
rätrim yuga-sahasräntäm
te ‘ho-rätra-vido janäh
” Berdasarkan perhitungan manusya, seribu kali perputaran jaman ( satya, treta, dvapara, kali yuga) merupakan satu hari bagi brahma. Dan satu malam juga mempunyai masa yang sama”.
Berdasarkan perhitungan di dunia ini, setiap kali yuga berlangsung selama 432.000 tahun, dvapara yuga selama 864.000 tahun, treta yuga selama 1.296.000 tahun dan satya yuga 1.728.000 tahun. Jika keempat jaman ini berputar sebanyak seribu kali maka itu merupakan satu hari bagi dewa brahma dan satu malam juga mempunyai waktu yang sama. Jika dipikirkan berdasarkan pemikiran kita yang terbatas, kelihatannya ini hanyalah sekedar suatu hayalan. Mana mungkin ada orang yang hidup sekian lama? Pemikiran seperti ini sama seperti pemikiran seekor nyamuk yang hidup selama satu mingu. Kalau misalnya kita bisa berbicara dengan si Nyamuk dan bilang bahwa kami manusya hidup 1 x 4 x 12 x 100 mingu, maka nyamuk itu ngak akan percaya dengan pembicaraan kita karena mereka tidak perah mengalami hidup sepanjang itu. Bagi kita mungkin seratus tahun sudah cukup lama tapi di planet lain, seratus tahun di bumi ini bagi mereka hannya sekejap mata. Kalkulasi dari kehidupan dewa brahma ini bukan kalkulasi oleh seorang yang berspekulasi pikiran tetapi kalkulasi yang dibenarkan oleh berbagai sastra paling tidak berdasarkan bhagavad gita yang merupakan himpunan inti sari dari semua ajaran kitab suci Veda.
Berdasarkan uraian sastra yang sama, saat sekarang ini, pemerintahan berada di bawah Vaivasvata manu yang merupakan manu yang ke-7 dari empat belas manu. Uraian manu manu lainya diuraikan lebih mendalam didalam purana. Karena purana menguraikan kejadian di dalam berbagai pemerintahan manu, maka kadang kadang ada beberpa cerita yang tidak cocok antara purana yang satu dengan purana yang lain . Seperti contoh, di dalam beberapa purana mungkin diuraikan bahwa begitu pariksit dikutuk oleh brahmana Srengi, pariksit menjadi marah dan mulai membangun bangunan dari batu untuk menghindari masuknya ular taksaka sedangkan di purana lain diuraikan bahwa pariksit maharaj menerima kutukan itu dan duduk di tepi sungai Ganga mendengarkan Bhagavata purana dari Sri Sukadeva Gosvami. Menurut para acarya dan resi penerima wahyu Veda menguraikan bahwa dalam hal ini, perbedaan terjadi karena kejadian tersebut terjadi didalam waktu berbeda. Dengan demikian, kepribadian pariksit pun merupakan kepribadian berbeda antara yang satu dengan yang lain dilihat dari sudut pandang perbedaan manvantara dan perbedaan yuga. Kepribadian yang berbeda tetapi mengambil posisi yang sama. Seperti misalnya permainan drama, saat ini si A berperan sebagai pariksit dan besok si B yang berperan sebagai pariksit. Karena karakter yang berbeda maka aksi pun sedikit berbeda namun tujuan dari kemunculan kepribadian itu semua adalah sama yaitu untuk memberikan jalan kepada yang maha kuasa untuk ikut berperan di dalam suatu kejadian untuk menegakan dharma. Perbedaan seperti ini biasanya terjadi didalam purana yang berbeda judul dan biasanya tidak di dalam purana dalam satu judul.
7) Uraian dynasty raja raja yang agung dan kegiatannya ( Vamsänucarita )
Vamsanucarita adalah kisah para raja yang memerintah di berbagai tempat di bumi ini. Ini juga menyangkut keterunan dan kegiatan dari masing masing keturunan raja raja yang mulia tersebut.
8) Peleburan ( samsthä )
Ada beberapa jenis peleburan. Peleburan pertama disebut dengan kanda pralaya yaitu peleburan yang terjadi di malam hari bagi deva brahma. Saat ini peleburan yang terjadi hanya dari planet bumi sampai ke tujuh susunanan planet bagaian bawah sedangkan tujuh susunan planet keatas tidak akan terlebur. Kanda pralaya terjadi setiap malam hari brahma tiba dan kemudian setelah deva Brahma terbangun dari tidur di pagi hari ( setelah tertidur selama seribu perputaran yuga ) maka beliau melihat segala sesuatu telah terlebur dan beliau mulai menciptakan lagi bagian alam semesta yang terlebur tersebut sehinga para makhluk hidup memilik tempat untuk hidup kembali.
Kemudian yang kedua adalah maha pralaya. Maha pralaya terjadi setelah deva brahma mencapai umur 100 tahun. Ketika deva brahma mencapai umur seratus tahun, maka beliau harus mengakhiri post beliau sebagai deva brahma dan kembali pulang ke alam rohani melayani kepribadian tuhan yag maha esa Sri Narayana. Sat ini terjadi peleburan seluruh alam semesta yang berada di bawah tinjauan deva brahma masing masing. Kedua peleburan bhuana agung ini dilakukan oleh deva siva yang berfungsi sebagai pelebur di dalam Tri Murti.
Itu merupakan peleburan di dalam bhuana agung alam semesta. Kemudian purana juga menguraikan peleburan bhuana alit yang juga dibagi menjadi dua. Peleburan pertama ( khanda pralaya bagi bhuana alit ) adalah perpindahan sang roh dari masa kanak kanak ke masak devasa dan ke masa tua. Berdasarkan sastra, perubahan ini termasuk kedalam katagory perpindahan badan karena badan yang sebelumnya sudah diangap meningal. Hal ini bahkan dibuktikan oleh para ilmuwan secara ilmiah bahwa setiap 7 tahun, tidak satu sel pun yang menyusun badan kita masih hidup. Dengan demikian sel penyusun badan kita yang sekarang adalah berbeda dengan sel penyusun badan kita tujuh tahun yang lalu. Srimad Bhagavad gita juga menguraikan
dehino ‘smin yathä dehe
kaumäraà yauvanaà jarä
tathä dehäntara-präptir
dhéras tatra na muhyati
sang roh yang berada di dalam badan secara terus menerus berpindah dari masa kanak kanak ke masa remaja dan dari masa remaja ke usia tua. Sama halnya, sang roh juga berpindah dari badan yang satu ke badan yang lain setelah meningal. Orang bijaksana tidak terbingungkan oleh perganttian seperti ini”.
Kemudian maha pralaya bagi bhuana alit adalah seperti bagian terakhir dari sloka di atas yaitu perpindahan dari satu badan ke badan yang lain setelah meninggal dunia. Sang roh akan menerima badan sesuai dengan keinginan yang mereka kembangkan selama berada di badan sebelumnya. Maka dari itu ada proses punar janma. Kadang kadang sang roh menerima badan binatang, kadang kadang menerima badan tumbuh tumbuhan dan kadang kadang menerima badan manusya dan bahkan kadang kadang sebagai apsara dan gandharva ( bidadari bidadara ) dan bahkan kadang kadang sebagai para deva. Ini terantung pada perkembangan keinginan dan aktivitas di dalam badan sebelumnya. Namun di dalam hal ini, badan halus yang sama ( Pikiran, kecedasan dan ego ) masih selalu bersama sang roh di dalam setiap badan. Yang terlebur hanyalah badan kasar yang tersusun dari lima unsur alam.
9) pembebasan ( mukti/moksa/samstha )
Pada dasarnya, pembebasan atau mukti juga merupakan proses peleburan (samstha ) namun di dalam level yang lebih halus. Peleburan (Samstha ) yang termasuk kedalam katagory moksa adalah peleburan yang terjadi pada badan kasar dan badan halus. Dengan demikian sang roh mencapai kedudukannya yang sejati. Sastra menguraikan “ muktir hitva anyatha rupa svarupena samasthitih”, mukti adalah proses dimana seseorang meningalkan berbagai bentuk badan di dunia material ini ( anyatha rupa ) dan mengambil bentuk sejatinya di dunia rohani ( sva-rupa ). Kedudukan sang roh yang sejati di dunia rohani adalah sebagai pelayan yang maha kuasa, Sri Narayana. Ada berbagai rasa yang bisa dikembangkan di dalam hubungan seseorang denga tuhan.
Moksa bukan hanya berarti menyatu dengan tuhan. Menyatu dengan tuhan adalah pengertian yang masih dangkal tentang moksa atau dengan kata lain tahapan tersebut adalah tahapan awal dari moksa. Menyatu dengan tuhan maksudnya adalah menyatu dengan brahma Jyoti ( sinar suci tuhan). Kalau kita berbicara tentang sinar suci, maka mesti juga mengacu pada sumber dari sinar suci tersebut yang juga merupakan kepribadian yang maha suci. Kepribadian berarti berbentuk pribadi bukan tanpa bentuk. Seperti sinar matahari, adanya sinar matahari karena adanya bola matahari. Sama halnya adanya sinar suci maka mesti ada sumber yang berbentuk yang bersifat suci.
Menyatu dengan brahman adalah awalan dari kesempurnaan di dalam kehidupan rohani. Kesempurnaan tertingi di dalam kehidupan rohani adalah kembali ke dalam bentuk sejati ( svarupena samasthitih) dan melakukan pengabdian kepada yag maha kuasa. Ketika seseorang kembali ke dunia rohani atau alam tuhan maka mereka tidak akan kembali lagi ke dunia material ini yang penuh dengan penderiataan sedangkan kalau seseorang yang hanya mencapai tingkatan menyatu dengan brahman ( sinar suci tuhan ) masih ada kemungkinan seseorang untuk kembali ke dunia material ini. Tingkatan brahman, seseorang hanya akan mencapai sifat “Sat” yang berarti kekal, namun sifat “cid dan ananda” ( pengetahuan dan kebahagian ) hanya akan bisa dicapai di dalam alam rohani bukan di dalam sinar suci.
Sastra juga menguraikan bahwa moksa merupakan tujuan dari dharma. “ moksa artham jagadhitaya ca iti dharmah
10) Tempat perlindungan yang utama (apasraya)
Apasraya atau juga kadang kadang di sebut dengan ‘asraya’ merupakan pokok bahasasan yang paling penting di dalam semua purana karena ini merupakan tujuan kehidupan rohani. Tempat perlindungan yang paling tingi adalah kepribadian tuhan yang maha esa. Srimad Bhagavata Purana skanda kedua bab sepuluh sloka nomber tujuh menguraikan:
äbhäsas ca nirodhas ca
yato ‘sty adhyavasiyate
sa äsrayah param brahma
paramätmeti sabdyate
“ kepribadian yang satu yang dikenal sebagai kepribadian yang paling utama atau roh yang utama yag bersemayam di dalam hati setiap makhluk hidup merupakan sumber dari seluruh manifestasi semesta, juga sebagai wadah alam semesta serta sebagai akhir dari alam semesta. Dengan demikian beliau adalah sumber asli yang utama dan merupakan kebenaran mutlak”.
Di dalam veda diuraikan bahwa kepribadian yang merupakan sumber segala sesuatu adalah Narayana. Urian tersebut adalah sebagai berikut:
candramä manaso jätas caksoh süryo ajäyata; sroträdayas ca pränas ca mukhäd agnir ajäyata; näräyanäd brahmä jäyate, näräyanäd rudro jäyate, näräyanät prajäpatih jäyate, näräyanäd indro jäyate, näräyanäd astau vasavo jäyante, näräyanäd ekädasa rudrä jäyante.
” Deva bulan, candra, berasal dari pikiran Narayana. Deva matahari, Surya, berasal dari mata padma Sri Narayana, deva pengontrol pendengaran dan nafas kehidupan berasal dari Narayana. Deva api, Agni, berasal dari mulut padma Narayana, Prajapati dan deva brahma berasal dari Narayana, Indra berasal dari Narayana, delapan vasu berasal dari Narayana,sebelas rudra yang merupakan inkarnasi dari deva siva berasal dari Narayana, dua belas aditya juga berasal dari narayana”.
Uraian lain dari bagian kitab atharva veda juga mendukung pernyataan tersebut diatas sebagai berikut:
narayana evedam sarvam yad bhutam yac ca bhavyam
niskalanko niranjano nirvikalpo nirakhyatah
suddho deva eko narayanah
na dvitiyo’sti kascit
sa visnur eva bhavati
sa visnur eva bhavati
ya evam veda ity upanisat
Jadi berdasarkan sumber sumber diatas, menjelaskan dengan sangat jelas bahwa Narayana adalah sumber segala sesuatu yang merupakan kepribadian yang paling utama, kepribadian tuhan yang maha esa yang dikenal dengan sebutan ‘brahman’ oleh para yogi, ‘paramatma’ oleh para jnani dan ‘bhagavan’ oleh para bhakti yogi. Ini merupakan keputusan dan kesimpulan kitab suci yang otentik. Pernyataan apapun yang dinyatakan tanpa dasar sastra maka pernyataan tersebut tidak bisa dipakai dasar argument karena pernyataan tersebut sudah pasti memiliki kekurangan karena orang yang berpendapat sendiri tidak sempurna. Namun sastra Veda dan berbagai suplementnya merupakan sabda brahman atau merupakan wahyu tuhan yang ditulis oleh para resi yang mulia seperti Maha resi Vyasadeva dan lain lain.
Jadi demikian ulasan kecil mengenai pokok bahasan Purana yang bisa kami ulas. Sebenarnya masih ada banyak hal yang masih bisa dibicarakan dalam pokok bahasan ini. Semoga ini akan memberikan sedikit gambaran tentang apa itu purana. Semoga atas karunia yang maha kuasa, waktu akan datang dimana kita akan mendapat kesempatan lagi untuk mengulas beberapa hal berhubungan dengan hal ini.
Om Tat Sat
Om Namo Bhagavate Väsudeväya